Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gempa Yogyakarta dalam Ingatan Kompasianer

27 Mei 2016   09:50 Diperbarui: 30 Mei 2016   18:20 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi gempa di barat daya Pacitan, Jawa Timur, Kamis (8/8/2013)

Sabtu 27 Mei 2006 pagi hari, kala itu malam berlalu seperti biasa. Penduduk Yogyakarta bersiap memulai aktivitas paginya tanpa ada rasa curiga akan terjadinya satu bencana besar.

Kurang lebih pukul 05.55, tanpa ada pertanda, sebuah getaran mulai terasa. Semakin lama, lambat laun semakin membesar. Meski hanya kurang dari satu menit, getaran yang berasal dari lapisan kerak bumi ini kemudian meruntuhkan bangunan-bangunan yang berdiri di Yogyakarta.

Gempa susulan kemudian terjadi sekitar pukul 06.10, 08.15 dan 11.22 WIB. Gempa ini menyebabkan banyak rumah dan gedung roboh, instalasi listrik dan komunikasi pun turut hancur.

Merujuk pada halaman Wikipedia, tidak kurang dari 6.000 orang menjadi korban dari bencana tektonik ini dan ratusan ribu orang kemudian diungsikan.

Ini adalah bencana gempa terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Dan kini, 10 tahun bencana besar telah berlalu. Namun tentu saja bagi beberapa pihak, ingatan tentang bencana ini akan selalu melekat. Karena itu, kami merangkum beberapa artikel yang dapat mengingatkan kembali pada bencana 10 tahun silam. Dan inilah 5 ingatan Kompasianer atas bencana gempa Yogyakarta.

1. Ketika Gempa Dahsyat Jogja Itu Datang... (6 Tahun Gempa Jogja)

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Seorang anggota Disaster Assistance and Rescue Team dari Singapura mencari korban gempa di reruntuhan
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Seorang anggota Disaster Assistance and Rescue Team dari Singapura mencari korban gempa di reruntuhan
Artikel ini dibuat pada 2011 silam. Teguh Suprayogi mengenang terjadinya gempa besar ini dalam artikelnya. Kala itu Yogyakarta masih setengah mengantuk kala Matahari bangun dari peraduannya di Sabtu pagi 27 Mei 2006, lima tahun silam. Hari itu adalah hari kejepit sekaligus weekend. Wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, datang membanjir menikmati liburan di tengah eksotisnya Yogyakarta.

Suasana terasa damai. Kalaupun ada kecemasan, itu hanyalah di utara sana, tempat penduduk kawasan Merapi sedang ketar-ketir menanti detik demi detik deru debu sang gunung. Tak satupun menyangka, nun jauh di bawah sana di kedalaman kerak Bumi, energi besar siap terlepas.

Pukul setengah enam lebih Teguh membopong anaknya yang saat itu baru berumur satu tahunan. Berjalan bolak-balik di gang depan rumah. Saat mengakhiri jalan-jalan pagi itulah, tepat di depan rumah, bencana itu datang. Lindhu kata orang Jawa. Gempa bumi terbesar yang pernah Teguh rasakan. Bumi yang dipijak terasa berguncang hebat, seakan tubuh terlempar. Allahu akbar lahaulawalaquwwata illa billah..

Suasana pagi yang tenang menjadi kacau dan mencekam. Kemudian Teguh segera mencari informasi melalui radio tentang gempa ini. Sekitar dua jam setelah gempa yang pertama beredar issue akan datangnya tsunami. Banyak orang yang panik mendengar issue ini termasuk tetangga-tetangga.

Namun Teguh tidak memedulikan issue ini. Setelah agak tenang kondisinya, siang harinya Teguh dan teman rekannya melihat kondisi kota Jogja.

Dari arah utara menuju ke kota, terus ke selatan melewati jalan Bantul,di daerah sini banyak jalan aspal yang retak selebar 5-10cm, rumah-rumah banyak yang rata dengan tanah, terus ke arah timur dan balik lagi ke utara sekalian pulang lewat jalan Parangtritis melewati kampus ISI Yogyakarta yang sekilas rusak parah.

Untungnya reaksi pemerintah waktu itu cukup cepat, untuk menanggulangi bencana ini dan pemulihannya.

2. Mengenang Gempa Tektonik 2006 di Yogyakarta dan Sekitarnya (1)

Suasana malam hari di salah satu sudut Pasar Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta, pasca terjadinya gempa berkekuatan 5,9 SR. Foto: Kompas/Wawan H
Suasana malam hari di salah satu sudut Pasar Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta, pasca terjadinya gempa berkekuatan 5,9 SR. Foto: Kompas/Wawan H
Gempa bumi tektonik berkekuatan 5,9 skala Richter, Sabtu 27 Mei 2006 pukul 5.53 WIB telah meluluhlantakkan Yogyakarta. Kala itu jumlah korban tewas diperkirakan masih akan bertambah, mengingat para korban yang luka berat, patah tulang akibat reruntuhan bangunan masih dirawat di rumah-rumah sakit.

Joko Martono merekam bencana ini dalam ingatannya. Beberapa saat setelah gempa, listrik di semua tempat padam seketika, sambungan telepon terputus, termasuk penggunaan telepon selular macet total, tak berfungsi sehingga kontak ke luar daerah bencana sulit dilakukan. Komunikasi berhenti, sementara upaya pertolongan terhadap para korban terus berlangsung.

Di tengah para warga yang bersedih dan duka merenungi nasib keluarga yang menjadi korban, serta hancurnya harta benda, secara tiba-tiba muncul isu/rumor atau desas-desus bahwa segera datang tsunami.

Beruntung bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitar yang masih berpola pikir rasional, mereka tidak goyah atas hembusan informasi tak bertanggung jawab tersebut.

Malam pertama sesudah gempa menurut Joko, di tengah gelap gulita dan guyuran hujan deras malam hari, rasa panik masih mencekam karena gempa-gempa susulan, medium radio menjadi satu-satunya sarana untuk mengakses informasi yang dibutuhkan masyarakat di lokasi gempa.

Dari pengamatan Joko langsung ke lokasi bencana, bangunan yang tampak mengalami kerusakan akibat gempa adalah Kampus STIE Kerja Sama di Jalan Parangtritis Yogyakarta, tembok/gedungnya rontok, Gedung BPKP yang letaknya juga di Jalan Parangtritis bangunan menjadi miring, rusak berat. Bandara Adisutjipto lumpuh setelah terminal penumpang domestik ambruk.

Hingga hari kedua setelah gempa, korban tewas mencapai 4.374 orang. Sementara korban luka berat dan ringan di seluruh lokasi gempa diperkirakan lebih 20 ribu orang.

Berdasarkan laporan Joko yang langsung menuju ke lokasi gempa di Bantul (28-29 Mei 2006), khususnya di Kecamatan Sewon, Jetis, Pleret, Imogiri, Pundong, Kretek hampir semua korban gempa mulai mendapat pertolongan.

Dalam pengamatannya Joko melihat, distribusi bantuan akomodasi serta logistik melalui jalur formal nampak belum berjalan optimal, belum merata memenuhi kebutuhan para korban seperti diharapkan. Khususnya di daerah-daerah yang tidak terjangkau kendaraan roda empat dan berada di pelosok dusun, hanya memperoleh bantuan dalam jumlah sangat terbatas.

Hingga hari ketiga pascagempa, korban tewas di DIY dan Jateng terus bertambah. Hingga pukul 23.00 wib tercatat korban tewas sebanyak 5.162 orang.

3. Benarkah Gempa Parangtritis Disebabkan oleh Bom Nuklir?

Lokasi gempa di barat daya Pacitan, Jawa Timur, Kamis (8/8/2013)
Lokasi gempa di barat daya Pacitan, Jawa Timur, Kamis (8/8/2013)
Ada sebuah desas desus menarik ketika gempa berkekuatan dahsyat terjadi di Yogyakarta 2006 silam. Kabarnya, gempa tersebut disebabkan oleh sebuah bom nuklir. Benarkah demikian? Khurniawan Anwar menuangkan opininya tentang hal ini melalui sebuah artikel.

Bersamaan dengan gempa, menurut Khurniawan terjadi juga tsunami di Pantai Selatan. Menurut kesaksian nelayan Australia, nelayan tersebut menyaksikan pesawat melintas dan tak lama kemudian terlihat semburan besar menyerupai bom atom Nagasaki di tengah laut.

Ada sebuah senjata bernama High Frequency Active Auroral Research (HAARP). Senjata yang operasinya dimulai pada tahun 1993 ini dianggap bisa menonaktifkan setelit hingga mengendalikan iklim bumi. Beberapa teori bahkan menyebutkan bahwa bencana besar yang terjadi bisa juga disebabkan oleh penggunaan senjata ini yang berujung pembunuhan massal.

Menurut Khurniawan, kasus percobaan nuklir di wilayah laut memang menjadi rahasia umum. Namun tidak seorang pun yang bisa mencegahnya. Tentu saja ini adalah politik luar negeri.

Kemudian Khurniawan mengaitkan gempa Yogya ini dengan gempa yang terjadi di Haiti. Kabarnya hanya negara tertentu saja yang boleh masuk ke sana (tim Indonesia saja kembali tak bisa masuk ke sana), karena keamanannya sudah dikontrol militer AS. Dulu waktu gempa dan tsunami Aceh 2004, ada pula spekulasi itu, makanya AS mengirimkan kapal induk dan personil besar-besaran, mantan Presiden Bill Clinton pun mengkhsusukan diri melihatnya.

-------

Itulah beberapa artikel terkait bencana gempa Yogyakarta 2006 silam. Semoga segala hikmah positif bisa kita ambil dari bencana yang melanda negeri ini. (YUD)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun