Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

5 Pandangan Soal Partai Golkar di Bawah Kepemimpinan Setya Novanto

24 Mei 2016   11:53 Diperbarui: 24 Mei 2016   12:00 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setya Novanto. Sumber: Kompas.com


Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar beberapa waktu lalu, memutuskan Setya Novanto kini menduduki posisi tertinggi Partai Beringin. Setya Novanto dipastikan terpilih secara aklamasi tanpa pemungutan suara putaran kedua setelah pesaing terberatnya, Ade Komarudin memilih untuk tidak melanjutkan pertarungan.

Setya Novanto akan memimpin Golkar untuk periode 2016 - 2019. Tentu saja siapa yang tidak mengenal sosok ini. Setnov--panggilan akrab dari media-- banyak dikenal publik lantaran kasus pencatutan nama presiden terkait lobi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Kasus Papa Minta Saham ini mencuatkan namanya ke permukaan dan seketika menjadi buruan media. Karena kasus ini pula pada akhirnya Setya Novanto mengundurkan diri dari kursi kepemimpinan DPR. Melihat sosok Setya NOvanto yang dipenuhi kontroversi, tentu saja terpilihnya ia menjadi Ketua Umum Partai Golkar mengundang perbincangan.

Kompasianer juga memiliki pandangannya masing-masing terhadap terpilihnya Setya Novanto. Dan berikut ini adalah 5 pendapat Kompasianer terkait Golkar di bawah kepemimpinan Setya Novanto.

1. Setya Novanto, Zaskia Gotik, dan Sonya Depari, Ironi Sebuah Negeri

Setya Novanto. Sumber: Kompas.com
Setya Novanto. Sumber: Kompas.com
Angin ke arah Setya Novanto menuju kursi Golkar Satu. Melengkapi sebuah keadaan di mana seorang yang dinilai sebagai pelanggar malah menjadi tenar. Ungkapan ini tertulis jelas dalam artikel karya Susy Haryawan. Susy mengingatkan kita akan sepak terjang seorang Setya Novanto di Amerika Serikat yang berlaku selayaknya kacung Donald Trump, kemudian juga soal rekaman Papa Minta Saham.

Dalam artikelnya, Susy menarik benang merah antara Setya Novanto, Zaskia Gotik dan Sonya Depari. Ketiganya memiliki bentuk yang serupa, yaitu berawal dari kesalahan namun berujung pada sebuah kedudukan.

Setya Novanto, Politikus liat, cerdik, dan bertahan di dalam segala suasana. Persoalan terbesar itu ada di kasus akhir tahun lalu yang mencatut nama pejabat tinggi negara untuk bagi-bagi saham FP. Apa yang bisa dilihat, bukan prestasi justru sensasi, kontroversi, dan bahkan kriminal pun boleh dipakai untuk naik jabatan.

Zaskia Gotik, bercanda soal lambang negara. Persoalan pendidikan memang bisa berpengaruh pada pengetahuan dan sikap, namun itu bukan faktor pembenar untuk membebaskannya dari pertanggungjawaban baik moral dan hukum. Malah tiba-tiba menjadi duta Pancasila. Apa tidak ada artis, pesohor, pelaku industri kreatif lain yang jauh lebih memiliki wawasan kebangsaan yang jauh lebih luas dan bijak di dalam becanda?

Sonya Depari, Kisah mengenai anak sekolah menengah atas yang ditegur karena melanggar lalin, dan malah membentak polwan dengan menggunakan kerabatnya yang menjadi petinggi polisi, dan dilepaskan begitu saja. Kasus selesai, malah dijadikan duta anti narkoba. Apakah kontroversi, melanggar etis, dan melanggar aturan justru bisa menjadi sarana untuk menjadi duta ini dan itu?

Kita bisa belajar dan boleh menyimpulkan, mengapa susah-susah berprestasi, mempertahankan hidup tertib azas, tertib hukum, kepantasan, dan hidup baik lainnya untuk mendapatkan kedudukan dan penghargaan di negeri ini. Pandangan duniawi sangat mungkin diamini dan dipakai oleh anak-anak tidak mau berupaya keras demi hasil yang lebih baik.

2. Membaca Arah Golkar di Bawah Kendali Setya Novanto

Banner Munaslub Golkar. Tribunnews.com
Banner Munaslub Golkar. Tribunnews.com
Akom menyatakan mundur dan tidak menghendaki dilakukan pemilihan putaran kedua. Akom tentu sudah berhitung. Jika pun dipaksakan, kans yang dimiliki sangat kecil. Di sisi lain, jika sampai kalah, kengototannya bisa berdampak pada pelengseran dirinya dari jabatan ketua DPR.

Pendapat tersebut dituliskan oleh Kompasianer Yon Bayu dalam artikelnya. Ia menilai dengan kebesaran diri Akom yang mundur dari putaran kedua, tentu saja Setnov tidak akan berani mengutak atik kursi ketua DPR.

Kini, di bawah kepemimpinan Setnov, menarik untuk menebak ke arah mana Golkar bergerak. Meski Munaslub telah mengikrarkan dukungan kepada pemerintah, dan ada jasa luar bisa besar LBP yang merupakan bagian dari pemerintah, tidaklah serta-merta Golkar akan terus seirama dengan pemerintah.

Setnov tentu memiliki agenda-agenda politik tersendiri. Golkar tidak perlu lagi memikirkan kepentingan partai-partai yang dulu tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) karena forum Munaslub juga sudah secara resmi menyatakan Golkar keluar dari KMP.

Bagaimana dengan Jokowi? Meski kemenangan Setnov sudah sesuai harapannya, namun ada beberapa hal yang harus menjadi catatan. Benar, Jokowi tidak perlu memperhitungkan kemungkinan Setnov akan menjadi penantangnya dalam Pilpres 2019. Tetapi bukan mustahil Setnov akan meminta imbalan yang luar biasa berat manakala Jokowi membutuhkan dukungannya.

3. Prediksi Jokowi 2 Periode, Pasca Setnov Terpilih Ketum Golkar

Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kall. Tribunnews.com
Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kall. Tribunnews.com
Suci Handayani Harjono mengatakan, pasca terpilihnya Setnov sebagai Ketua Umum Partai Golkar, peta politik mulai terlihat jelas berubah arah. Bahkan arah peta politik hampir dipastikan sepenuhnya mendukung ke arah pemerintahan Jokowi.

Mengapa? Setelah Setya Novanto terpilih  menjadi Golkar 1, dan Golkar jelas-jelas menyatakan secara resmi keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP), dan menyatakan mendukung pemerintah, kekuatan Jokowi bertambah kuat.

Politik akomodasi ala Jokowi telah  berhasil mengikis kekuatan parpol oposisi yang bergandengan tangan menyatu dalam KMP.  

Satu persatu, setelah PPP, PAN, PKS yang telah semakin dekat dengan Jokowi, kini Golkar telah sah mendukung pemerintah. KMP selama ini besar karena dukungan dari partai besar dan gemuk yaitu Golkar dan Gerindra, didukung partai menengah yaitu PAN, PPP dan PKS.  

Golkar sebagai partai yang berpengalaman memberikan kontribusi besar untuk kejayaan KMP. Tetapi saat satu persatu parpol tersebut rontok dan mundur teratur dari KMP, kekuatan KMP nyaris habis dan mulai goyah.

Dengan kondisi seperti itu, menurut Suci, tinggal Gerindra saja yang akan memposisikan diri sebagai oposisi. Saat Gerindra sendirian atau memilih jalan sendirian dalam beroposisi, kekuatan suara Gerindra tidaklah terlalu kuat.

Meskipun masih terlau dini, tetapi jika peta politik tidak berubah, kemungkinan besar kans Jokowi menuju 2 periode semakin besar.

Jokowi akan didukung dari partai pengusungnya PDIP, PKB, Hanura, Nasdem, juga dari parpol mantan parpol oposisi yaitu PPP, PAN, Golkar, PKS. Prediksi saya, semua parpol tersebut akan  mendukung penuh Jokowi, tidak mengusung capres sendiri.

Apalagi Golkar dengan ketum-nya Setnov yang pernah terlibat sejumlah kasus (seperti papa minta saham) rasanya sulit untuk maju sebagai capres. Barter yang mungkin terjadi adalah menyodorkan salah satu petinggi partai untuk menjadi wapresnya Jokowi dan meminta kadernya menduduki jabatan menteri.

4. Anomali Masyarakat Indonesia dalam Memilih Pemimpin

TRIBUNNEWS / IRWAN RISMAWAN. Setya Novanto saat masih menjabat Ketua DPR
TRIBUNNEWS / IRWAN RISMAWAN. Setya Novanto saat masih menjabat Ketua DPR
Memilih pemimpin, menurut Trisno Utomo secara logika kita akan memilih pemimpin yang baik, memiliki pengetahuan, etika, moralitas, keahlian, kredibilitas, kemampuan melakukan komunikasi, keluasan visi, dan persyaratan-persyaratan lain yang dianggap penting untuk dipenuhi sebagai seorang pemimpin.

Namun yang terjadi di Indonesia, ada anomali atau penyimpangan dalam memilih pemimpin. Khususnya terkait dengan persyaratan moralitas tersebut.

Hal seperti itulah yang baru saja terjadi ketika terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar untuk periode 2016-2019 dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Bali.

Setya Novanto merupakan sosok yang kontroversial, karena dikaitkan dengan beberapa kasus, antara lain: kasus pengalihan hak tagih Bank Bali (1999), penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton (2003), penyelundupan limbah beracun (B-3) di Pulau Galang, Batam (2006), korupsi Proyek PON Riau (2012), dan dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP (2013). Tentu saja yang paling diingat adalah kasus Papa Minta Saham.

Selain kasus pemilihan Ketua Umum DPP Partai Golkar tersebut diatas, ada pula anomali lain yang terjadi, yaitu dalam kasus pemilihan langsung Kepala Daerah (Bupati atau Walikota), dimana sang suami terjerat kasus korupsi, namun ternyata masyarakat pemilih tidak segan dan tidak jera memilih isterinya untuk menjadi Bupati atau Walikota.

Kasus dimaksud adalah terpilihnya Bupati Kendal periode 2010-2015 Widya Kandi Susanti. Disaat suaminya (Hendy Boedoro, yang juga menjabat Bupati Kendal 2000-2005 dan 2005-2007) ditahan karena terjerat kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kendal 2003 dan 2004, Widya Kandi Susanti maju dalam Pilkada dan terpilih menjadi  Bupati Kendal periode 2010-2015.

Demikian juga Airin Rachmi Diany, Walikota Tangerang Selatan periode 2011-2016 yang terpilih kembali untuk periode 2016-2021, walaupun suaminya (TB. Chaeri Wardana) terjerat kasus korupsi alat kesehatan di Tangerang Selatan dan Banten, kasus suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (Akil Mochtar), dan Tindak Pidana Pencucian Uang.

5. Di Balik Kemenangan Setnov

Setya Novanto saat masih menjabat di kursi DPR. Kompas.com
Setya Novanto saat masih menjabat di kursi DPR. Kompas.com
Kemenangan Setnov memimpin Partai Golkar menimbulkan banyak pertanyaan di tengah masyarakat. Setnov yang sebelumnya menjadi bulan-bulanan media karena kasus papa minta saham itu dianggap oleh publik sebagai politisi licin, kontroversial, serta terindikasikan terlibat berbagai kasus hukum.

Sosok Setnov, menurut Amirudin Mahmud merupakan sosok yang memiliki rekam jejak yang buruk dan terkait beberapa kasus hukum. Meski demikian, ia selalu lolos dari jeratan hukum.

Masa lalu Setnov terkait beberapa kasus hukum di atas akan menjadi beban berat bagi Partai Golkar. Setnov diyakini akan sulit mendongkrak perolehan suara Golkar baik dalam Pilkada, Pemilu maupun Pilpres mendatang. Suara Golkar akan menjadi pertaruhan di tangan Setnov. Mungkinkah mantan Ketua DPR itu membawa Golkar selangkah lebih maju, meraih kemenangan kembali?

Sementara bagi Presiden Jokowi kemenangan Setnov memilki makna berbeda. Kemenangan Setnov menjadi point positif bagi karir politik Jokowi di masa mendatang. Paling tidak ada beberapa alasan yang menguatkan statemen tersebut. Pertama,kemenangan Setnov melumpuhkan kekuatan oposisi di KMP. Kedua,kemenangan Setnov akan memudahkan Jokowi memgendalikan Golkar. Ketiga,kemenangan Setnov mengurangi kekuatan JK di istana. Walau tidak seperti sebelumnya saat bersama SBY,  dominasi JK memang masih ada. Keempat,kemenangan Setnov di Golkar akan memuluskan Jokowi memimpin Indonesia dua periode. (YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun