Pendidikan moral harus diberikan sedini mungkin. M Latief/KOMPAS.com
Pendidikan bukan hanya bicara masalah kognisi. Tapi juga afeksi dan konasi. Sebuah segitiga sama kaki dalam kehidupan. Seluruhnya harus sama rata agar menghasilkan pribadi yang berkualitas dan beretika sesuai norma.
Kognisi berhubungan dengan pengetahuan sedangkan afeksi dan konasi berkaitan dengan etika, perilaku serta moral. Namun masalahnya, moral dan tingkah laku yang merupakan hasil pembiasan dari afeksi dan konasi seseorang kini menjadi sebuah hal yang meresahkan. Apalagi untuk kalangan remaja.
Mereka banyak sekali dijejali pengetahuan di kepala mereka dengan segala macam ilmu dan mata pelajaran. Mereka diajarkan bagaimana mengimplementasikan teori di kehidupan. Namun tidak sedikit dari mereka yang berperilaku tidak sesuai etika.
Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional dan karena melihat banyaknya peserta didik yang tidak berperilaku sesuai norma, Kompasiana tertarik untuk mengangkat fenomena ini ke dalam ranah jajak pendapat Pro .
Kompasiana mengemukakan pendapat bahwa "Moral, bukan prioritas dalam pendidikan formal" Hasilnya, 13 Kompasianer berpartisipasi dalam jajak pendapat ini dan seluruhnya mengatakan Kontra.
Adalah Efrem Gaho yang mengatakan bahwa moral adalah tanggung jawab bersama. Seluruh pihak ikut bertanggungjawab tanpa kecuali. Mengapa? Karena kita adalah sebuah negara.
"Kebaikan dan keburukan yang terjadi di Indonesia pertama sekali yang merasakan adalah kita semua. Oleh karenanya, lembaga pendidikan formal maupun non-formal di Indonesia sangat memiliki peran penting dalam menciptakan moralitas generasi bangsa," tulis Efrem.
Ia juga melanjutkan bahwa lembaga pendidikan di Indonesia perlu berkomitmen untuk mengedepankan aspek moral sebagai prioritas utama. Tanpa moral, negara ini akan jatuh terpuruk dan tanpa pendidikan maka moral akan sulit untuk terbangun.
Beberapa waktu lalu, sebuah kejadian pemerkosaan yang disertai pembunuhan seorang siswi SMP di Bengkulu menjadi satu tamparan keras bagi dunia pendidikan di Indonesia. Pasalnya 14 pelaku adalah anak-anak berusia remaja dan sebagian di antaranya masih di bawah umur.
Kasus ini kemudian mencuat ke permukaan dan jadi sebuah cambuk keras. Bukan hanya itu, ada juga kasus lain di mana seorang mahasiswa tega membunuh dosennya hanya karena masalah yang bisa dibilang sepele. Tentu saja adanya kasus-kasus ini memunculkan pertanyaan, seperti apa seharusnya pendidikan moral di Indonesia?