Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

6 Cerita Menarik saat Nyepi 2016

3 April 2016   09:09 Diperbarui: 3 April 2016   10:25 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Pecalang yang bersiaga saat Nyepi. Sumber: regional.kompas.com"][/caption]9 Maret 2016, umat Hindu di Indonesia merayakan hari besarnya. Hari Raya Nyepi merupakan hari raya bagi umat Hindu yang selalu dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Di Indonesia, jumlah pemeluk agama Hindu memang tidak sebanyak Islam ataupun Kristen. Kendati demikian perayaan menyambut Hari Raya Nyepi tetap dilakukan dengan antusiasme tinggi dari masyarakat dan pada hari H, kewajiban umat Hindu untuk menyepi tetap dilakukan dengan khidmat.

Di Indonesia khususnya Pulau Bali, masyarakat di sana mayoritas memeluk agama Hindu. Dan perayaan Nyepi di Pulau Dewata ini seringkali menarik perhatian wisatawan. Bukan hanya Bali, ada juga beberapa daerah lain di Indonesia yang memiliki jumlah pemeluk agama Hindu yang cukup banyak.

Memang, agama Hindu juga tersebar luas di Indonesia yang meliputi berbagai daerah. Karena itulah muncul cerita-cerita unik dalam menyambut atau merayakan Hari Raya Nyepi di Indonesia. Nah, Kompasianer juga memiliki beragam cerita dalam menyambut dan merayakan hari besar ini. Berikut ini adalah 6 cerita menarik yang diulas Kompasianer saat Hari Raya Nyepi 2016 kemarin yang dirangkum dari topik pilihan Perayaan Hari Raya Nyepi

1. Syahdunya Alam Saat Gerhana Bertepatan dengan Nyepi

[caption caption="Pecalang yang ikut menyaksikan gerhana matahari. Sumber: regional.kompas.com"]

[/caption]9 Maret kemarin Hari Raya Nyepi bertepatan dengan munculnya fenomena gerhana matahari di Indonesia. Tentu saja dua momen istimewa yang datang secara bersamaan ini membuat suasana menjadi lebih unik dan berbeda dari biasanya. Suasana berbeda ini direkam Kompasianer Win Wan Nur dalam goresannya. Beruntung, ia berdomisili di Bali sehingga dapat melihat keunikan suasana Hari Raya Nyepi yang bertepatan dengan munculnya gerhana matahari.

Dalam artikelnya ia menuliskan bagaimana kegiatannya sejak pagi hingga menjelang siang. Ia bersama keluarga bangun di pagi hari dan telah menyiapkan semuanya untuk menyambut gerhana matahari. Kala itu ia menggambarkan suasana lingkungan sekitar yang sunyi karena memang mayoritas penduduk di sana tengah merayakan Nyepi.

Ia menceritakan bagaimana anak-anaknya antusias menunggu gerhana terjadi. ia bersama keluarga membuat sebuah teropong lubang jarum untuk melihat gerhana berlangsung. Intinya, bukan hanya gerhana yang ia amati, tetapi juga bagaimana kondisi lingkungan sekitar yang syahdu dalam merayakan Hari Raya Nyepi.

2. Indahnya Toleransi di Bali: Umat Muslim Dapat Menjalankan Shalat Gerhana Saat Nyepi

[caption caption="Shalat gerhana di tengah suasanya Nyepi. Sumber: regional.kompas.com"]

[/caption]Indonesia adalah negara yang bhinneka. Artinya negara ini memiliki banyak sekali perbedaan yang menyatukan, salah satunya adalah agama. Pulau Bali menjadi daerah dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Hindu. Meski demikian di sana masih ada cukup banyak penduduk yang beragama lain seperti Islam, Kristen dan Buddha. Oleh karena itu dibutuhkan sikap toleransi tinggi antar umat beragama.

Herdian Armandhanimenjadi saksi bagaimana toleransi umat beragama yang indah terjadi di sana. Di Denpasar saat Hari Raya Nyepi, umat Islam di sana diizinkan untuk melaksanakan shalat gerhana. Salah satu masjid di Denpasar yaitu Masjid Baitul Makmur melaksanakan shalat gerhana dengan khidmat bahkan dijaga oleh Pecalang.

3. Ketika Perempuan Usung Ogoh-ogoh

[caption caption="Arak-arakan Ogoh-ogoh di Bali. Sumber: travel.kompas.com"]

[/caption]Ada yang berbeda dalam parade Ogoh-ogoh pada malam menyambut Hari Raya Nyepi 9 Maret kemarin. Di Desa Blahbatuh Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar, Bali, Ogoh-ogoh yang digunakan terlihat lebih feminim dan cantik dengan sedikit polesan pada wajah. Lebih unik lagi adalah orang yang mengusung Ogoh-ogoh ini. Semuanya adalah wanita. Seperti itulah yang digambarkan Pande Anggarnata dalam tulisannya.

Memang, biasanya pengusung Ogoh-ogoh kebanyakan adalah para pria karena boneka ini memang memiliki bobot yang cukup berat dan harus diarak pada jarak tertentu. Para pemudi itu didandani tidak kalah cantiknya dengan Ogoh-ogoh yang mereka usung. Bobot yang berat tidak menghalangi mereka untuk terus mengarak Ogoh-ogoh hingga tujuan. Semangat yang mereka miliki membuat semuanya terlihat ringan.

Mungkin ini juga merupakan perwujudan emansipasi wanita dalam perayaan Hari Raya Nyepi 2016 ini. Apapun bentuknya, perbedaan ini sangat layak untuk diabadikan.


4. Perayaan Hari Raya Nyepi, Tak Hanya di Bali

[caption caption="Pawai Ogoh-ogoh di Surabaya. Sumber: tribunnews.com"]

[/caption]Bali memang identik dengan pusat agama Hindu di Indonesia. Namun meski demikian ternyata perayaan menyambut Hari Raya Nyepi tidak hanya ramai berlangsung di Bali saja. Alex Enha menuliskan bagaimana pengalamannya menyaksikan pawai Ogoh-ogoh dalam menyambut Nyepi di Bandar Lampung. Ketika itu ia akan berangkat ke kantor pada pukul 9 pagi. Di Bundaran Gajah tengah kota, ada situasi ramai yang menarik perhatiannya. Ketika ia mendekat ternyata itu adalah arak-arakan ogoh-ogoh yang diusung oleh masyarakat Hindu setempat.

Menurutnya, umat Hindu di sana memulai arak-arakan ini pada pukul 10 pagi. Ia mendengar suara dentingan gamelan khas dari Bali kemudian acara semakin ramai. Ia menilai banyaknya jumlah umat Hindu di Lampung dipengaruhi oleh adanya program transmigrasi yang dilaksanakan sejak dahulu oleh pemerintah Indonesia. Sehingga di Lampung menjadi tempat berkumpulnya berbagai suku dan agama dari seluruh penjuru Nusantara. Festival ogoh-ogoh itu juga menarik perhatian warga lainnya. Acaranya ramai dan terlihat khidmat. Semua rukun dan saling menghormati antar umat beragama. Mungkin inilah salah satu wujud kebhinnekaan yang terpancar dari satu daerah di Indonesia.

5. Ogoh-ogoh, Seni Patung Raksasa yang Mengagumkan

[caption caption="Pawai Ogoh-ogoh. Sumber: travel.kompas.com"]

[/caption]Sejak dari tadi kita membicarakan tentang Ogoh-ogoh dan bagaimana keramaian saat patung ini diarak. Namun sebenarnya apa arti dan makna dari patung Ogoh-ogoh? Kompasianer Kopi Keliling membahasanya dalam sebuah artikel.

Ogoh-ogoh menurut tulisannya adalah sebuah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan alam semesta (bhu) dan waktu (kala) yang tidak terukur dan tidak terbantahkan. Bhuta kala digambarkan sebagai sosok raksasa yang menyeramkan. Patung Ogoh-ogoh yang diarak dan kemudian dibakar memilki tujuan untuk mengusir Bhuta Kala dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu biasanya ogoh-ogoh memiliki bentuk yang besar dan menyeramkan.

Terlepas dari itu semua, menurutnya Ogoh-ogoh adalah salah satu karya seni yang patut untuk diapresiasi. Ogoh-ogoh dibuat dengan telaten dan memperhatikan estetika seni dengan sangat detail. Bahkan menurutnya saat ini di Bali sudah ada museum yang khusus menampilkan berbagai bentuk Ogoh-ogoh.

6. [Kampret Jebul 3] Dua Ogoh-Ogoh Diarak Keliling Kota Palangka Raya

[caption caption="Ogoh-ogoh dipersiapkan untuk diarak. Sumber: print.kompas.com"]

[/caption]Tidak kalah dengan Bali, kota Palangkaraya juga ikut menyambut Hari Raya Nyepi dengan semarak. Uniknya, bukan hanya umat Hindu Bali yang merayakan, tapi di sana ada juga umat Hindu Kaharingan yang notabenenya masyarakat dayak. Kendati ada perbedaan, kedua umat ini menggabungkan dalam satu wadah.

Laporan Gilang Rahmawati mengatakan sebuah upacara dilaksanakan di Catus Pata atau perempatan. Menurut informasi pemilihan tempat tersebut dilakukan agar umat Hindu selalu menempatkan diri di tengah dan agar selalu ingat posisi serta jati diri. Upacara ini digelar saat matahari tepat berada di atas kepala dan sangat mengundang perhatian warga Palangkaraya. Kemudian tepat pada pukul 16.00 dilakukan pawai Ogoh-ogoh. Dalam pawai iniliah kemeriahan begitu terasa. Tidak hanya warga Hindu, tetapi semua lapisan masyarakat ikut menikmati acara ini.

---

Hari Raya Nyepi mengajak manusia khususnya umat Hindu untuk menemukan kembali arah perjalanan sebagai pribadi maupun bangsa. Dengan Nyepi kita bisa bercermin, melihat dan mengoreksi segala kesalahan pribadi. Di balik syahdunya perayaan Nyepi dan keheningan, ada berbagai cerita menarik dan keindahan di dalamnya. Apalagi dibalut dengan toleransi antar umat beragama yang semakin membuatnya lebih indah. (YUD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun