Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

5 Reaksi Publik Perihal Sensor Kartun di Televisi

19 Maret 2016   14:04 Diperbarui: 4 April 2017   17:09 2283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="logo KPI. Sumber : nasional.kompas.com"][/caption]KPI kembali menjadi sorotan publik. Beberapa waktu lalu, kebijakan sensor yang diterapkan dalam penyiaran televisi Indonesia mengundang tanda tanya. Publik merasa kebijakan sensor ini salah sasaran, lantaran beberapa stasiun televisi malah menerapkan sensor ini pada serial kartun.

Dua judul kartun yang pernah merasakan sensor ini adalah Spongebob dan Doraemon. Tokoh sandy (seekor tupai) dalam kartun Spongebob terkena sensor dengan diblur pada bagian dadanya karena hanya memakai bra. Kemudian ada lagi karakter Shizuka dalam Doraemon diblur karena menggunakan pakaian renang. Tidak sedikit masyarakat yang merasa heran akan perlakuan sensor pada kartun ini, karena jika kita teliti, acara-acara seperti FTV atau sinetron malah seharusnya mendapatkan porsi sensor yang lebih banyak daripada kartun.

Mendapat respons negatif dari netizen, KPI secara tegas menyatakan bahwa mereka tidak pernah memberikan instruksi pada stasiun televisi untuk melakukan blur pada kartun atau gambar animasi lainnya. Pernyataan KPI ini memang ada benarnya, karena bisa saja proses blur pada kartun tersebut adalah inisiatif stasiun televisi yang bersangkutan. Namun, tentu saja pernyataan KPI ini juga menyulut kontroversi.

Melihat permasalahan ini, tentu saja Kompasianer juga memliki berbagai pendapat. Berikut ini adalah 6 tanggapan kompasianer yang diambil dari topik pilihan Kontroversi Sensor Kartun.

1. Balada KPI, LSF, Susu dan Belahan Dada

[caption caption="Komisi Penyiaran Indonesia. Sumber : Kompas.com"]

[/caption]Kompasianer Lo Pricilla Dian menilai bahwa KPI seolah sangat ketat mengawasi tayangan animasi untuk anak-anak. Tidak sedikit scene atau adegan yang terpotong secara tidak jelas hanya karena alasan yang tidak begitu kuat. Bahkan, beberapa anime hilang tayangannya karena diklaim menayangkan unsur kekerasan. Menurut Priscilla, peraturan ini memang tidak salah, namun sejatinya terkesan berat sebelah.

Priscilla membandingkan perlakuan KPI terhadap kartun dan sinetron atau FTV. Banyak adegan di antaranya yang menampilkan aksi yang tidak baik untuk dikonsumsi, seperti percintaan remaja, kenakalan, atau perilaku lainnya. Adegan-adegan ini malah didiamkan saja, sedangkan kartun disensor habis-habisan.

Menurut Priscilla, jika KPI dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang mereka buat, seharusnya sinetron atau FTV juga dapat disensor dari awal hingga akhir. Selain itu, Priscilla juga menekankan bahwa peraturan yang tidak tepat sasaran ini justru memicu kekecewaan bagi banyak kalangan.

2. Jelang Revisi UU Penyiaran, Heboh Blur, KPI Tersandera?

[caption caption="demonstrasi menuntut KPI"]

[/caption]Dalam artikel yang dibuat oleh Webe terpapar jelas bahwa KPI memiliki visi untuk terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat. Dari visi tersebut terbentuklah misi yang salah satunya melakukan kebijakan pengawasan dan pengembangan struktur sistem siaran. Namun, Webe menganggap bahwa ada isu tertentu di balik perlakuan sensor atau blur tersebut. Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraannya mengeluhkan tayangan yang tidak mendidik dan membuat posisi KPI berada pada posisi yang tidak bagus. Momen ini juga bertepatan dengan jelang pembahasan rencana revisi undang-undang penyiaran untuk penguatan KPI.

Selama ini, mengenai program yang berbau kekerasan, horor, mistis atau program yang melanggar lainnya, KPI hanya mampu memberikan sanksi administratif. Oleh karena itu, harus dilakukan penguatan posisi KPI agar lembaga ini lebih berwibawa di depan lembaga industri penyiaran.

3. Negeri Sensor, Terima kasih KPI

[caption caption="Salah satu kartun yang kena sensor. Sumber: Kompas.com"]

[/caption]KPI sejatinya sangat pantas disebut sebagai penyelamat moral bangsa. Langkah yang menurut kita sepele, tapi sebenarnya adalah hal yang harus diperhatikan oleh KPI dan kita semua. Begitu kata Bagus K. Anand dalam artikelnya. Ia menilai KPI pada dasarnya memang lembaga yang mengontrol tayangan stasiun televisi di Indonesia. Namun, kinerja KPI ini terlihat sangat berat sebelah. Adegan animasi yang seharusnya tidak layak untuk disensor malah kena sensor. Beda dengan adegan-adegan pada acara televisi lain yang malah lolos dengan santainya.

Bagus juga menambahkan bahwa moral adalah hal yang jauh lebih penting daripada penampilan fisik. Selama ini tayangan yang disensor oleh KPI sebagian besar terindikasi penampilan yang tidak seronok. Padahal tayangan yang merusak morallah yang seharusnya lebih diperhatikan. Sebut saja sinetron Anak Jalanan. Dalam tayangan tersebut, ada anak sekolah yang memakai tindik di sekolah. Seharusnya tayangan seperti inilah yang menjadi fokus perhatian KPI.

4. Sensor Film di Indonesia: Wajarkah?

[caption caption="Ketepatan KPI dalam melakukan sensor dipertanyakan. Sumber: megapolitan.kompas.com"]

[/caption]Kompasianer Sam mengatakan bahwa kritik masyarakat terhadap KPI tidaklah berlebihan. Malah perilaku sensor itulah yang bisa dikatakan berlebihan. Bayangkan saja bukan hanya kartun, tapi susu sapi yang tengah diperas juga disensor. Menurut Sam, masalah utamanya adalah tidak ada keadilan dalam sensor yang dilakukan lembaga berwenang. Ada banyak film beradegan asusila malah lolos sensor dan hal inilah yang membuat masyarakat berpendapat sensor yang dilakukan sangat berlebihan.

Lebih lanjut Sam mengatakan ada solusi yang bisa ditempuh dari polemik ini. Kuncinya ada pada dua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Pemerintah melalui lembaga terkait seperti KPI harus melakukan sensor secara adil. Masyarakat juga harus ikut mengontrol proses sensor ini. Masyarakat harus bisa memilih tayangan mana saja yang seharusnya mendapat sensor KPI dan tayangan mana yang bisa lolos.

5. Sensor Televisi Cerminan Bangsa

[caption caption="Komisioner KPI beraudiensi dengan masyarakat. Sumber: megapolitan.kompas.com"]

[/caption]Gede Okta Susanto memiliki penilaian terhadap siaran televisi di Indonesia. Menurutnya, dunia pertelevisian saat ini terbilang kurang berkualitas. Hampir semua saluran televisi menayangkan sinteron-sinetron yang sering lepas dari sensor KPI. Ada juga acara yang kosong isinya, hanya berupa perdebatan tanpa solusi dan saling menjatuhkan. Tentu saja polemik sensor KPI juga mendapat banyak sorotan. Gede menganggap, KPI harus tetap berdiri tegak meski protes keras terus berdatangan.

Mengenai pertimbangan kebijakan sensor tentu KPI yang lebih tahu banyak. Sebut saja pada kasus sensor Spongebob di mana seekor tupai yang mengenakan bikini diblur gambarnya. Jika dipikir ulang, siapa sebenarnya yang berpikiran kotor melihat seekor tupai mengenakan bikini? Tentu kebijakan ini hanya KPI yang tahu. Bahkan ada beberapa adegan dalam sebuah acara kebudayaan yang mendapat sensor. Menurut Gede, sensor yang dilakukan selama ini adalah cerminan dari bangsa Indonesia. Sensor ini mencerminkan kemunafikan, nasionalisme buta, dan hanya menikmati acara tidak bermutu ketimbang hal yang masuk logika.

----

KPI sejatinya memiliki fungsi untuk melakukan sensor pada tayangan-tayangan yang tidak layak dipertontonkan oleh stasiun televisi. Namun, lembaga ini juga sering luput dalam melakukan penyensoran. Maka dari itu, dibutuhkan peran serta masyarakat untuk ikut mengawasi acara-acara yang ditayangkan oleh stasiun televisi di negeri ini. Kritik yang membangun juga perlu dilontarkan agar lembaga ini terus dapat memberikan kinerja maksimal demi menjaga moral bangsa agar tidak terpengaruh oleh sisi negatif dunia penyiaran. (yud)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun