Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

7 Renungan HPN, Perjalanan yang Hendak Mencerahkan

27 Februari 2016   20:07 Diperbarui: 28 Februari 2016   08:00 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="TOTO SIHONO Ilustrasi Pers, Media, Fotografi, dan Kebebasan Pers"]

[/caption]Sudahkah sejahtera itu menjadi milik mereka, di kala Hari Pers Nasional (HPN) disangka sebagai simbolis semata? Integritas dan menjaga etik moralitas selalu berada di muka para pewarta. Meski demikian, aneka kegundahan kerap terlihat menganga di sela-sela langkah meracik berita.

Dalam rangka menyemarakkan Hari Pers Nasional, para lakon jurnalisme warga turut berbagi cerita, bicara, dan bersuara lewat kata-kata. Inilah tujuh catatan Kompasianer dalam topik pilihan Hari Pers Nasional 2016.

1. Siapa Bilang Wartawan nggak Boleh Kaya?

[caption caption="KOMPAS/Irene Sarwindaningrum"]

[/caption]Salah satu bahan renungan yang kerap muncul ke permukaan ketika “pers berulang tahun” adalah tentang kesejahteraan para pekerja pers. Menurut Hadi Santoso, hal ini seperti lagu lama yang sering diputar untuk kemudian dilupakan. Demikian seterusnya berulang seperti keping kaset tape recorder.

Hadi pun teringat kembali mana kala ia masih berseragam wartawan yang sering dicurhati kawan sesama wartawan perihal gajinya yang minimalis. Malah ada seorang rekannya yang tidak digaji oleh media tempatnya bekerja. Baru mendapat pesangon bila mampu mendapat iklan. Bila tak dapat iklan, tentu dapat ditebak bagaimana hari-harinya.

Ia pun berharap pekerja pers semakin sejahtera, ”Sejahtera dengan cara yang benar. Sejahtera karena mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki. Sejahtera karena kemauan dan kemampuan menghasilkan karya-karya jurnalistik yang mencerahkan dan menggerakkan negeri ini ke arah yang lebih baik.” 

2. Liviana dan Hari Pers Nasional

Untuk turut memeriahkan Hari Pers Nasional 2016, Kompasianer penggemar nasi pecel, Gapey Sandy, pun menelisik pendapat salah satu insan pers yang bernaung di bawah televisi berita Kompas TV, yakni Liviana Cherlisa Latief.

Menurut Livi, kemajuan pers nasional saat ini adalah menjadi lebih bebas berekspresi. Berbeda dengan era masa lalu, yakni era di mana era Sumita Tobing menjabat sebagai Direktur Utama TVRI, di mana pers memiliki ruang yang terbatas untuk mengomentari pemerintah. Berbeda dengan saat ini, media dapat mengungkapkan apa pun tentang pemerintah selama berada dalam konteks dan koridor yang positif.

Livi pun mengungkapkan bahwa salah satu tantangan bagi insan pers selain dominasi pemilik modal adalah peran media sosial yang sangat besar.

[caption caption="Jurnalis Kompas TV, Liviana Cherlisa Latief. (Foto: Google+ Liviana Cherlisa)"]

[/caption]“Tantangan terbesar bagi jurnalis masa kini adalah media sosial yang semakin punya peran. Karena, sekarang ini masyarakat sudah seperti wartawan. Jadi, kita yang merupakan wartawan beneran harus bisa lebih netral, juga melakukan check and balance yang semakin detail dan lebih ketat. Kenapa? Karena, masyarakat bisa menelan apa pun yang dimuat media massa secara mentah-mentah, lalu di-capture, kemudian di-share ke media-media sosial, dan terbentuklah opini publik…,” ungkap Livi.

3. Hati-hati dalam Menulis Berita

[caption caption="Berita utama Harian Kompas 24 September 1977 berjudul "Akibat Panen Gadu Tidak Berhasil, 88.000 Penduduk 5 Kecamatan di Karawang Menderita" ditulis oleh Her Suganda. Berita-berita yang ditulisnya dari Karawang sering menjadi berita nasional dan mendapat reaksi dari pemerintah pusat."]

[/caption]Siapa bilang jadi wartawan itu mudah dan hanya modal pena, agenda dan gadget atau seperangkat alat broadcasting? Menurut Agus Supriyatna, berprofesi sebagai wartawan tak sekadar membuat berita. Ada tanggung jawab yang harus ditegakkan dan kode etik yang menjadi "pagar" kerja jurnalistik yang harus ditaati. Jadi tak sekadar membuat berita yang sensasional dengan judul yang bombastis, tapi ada sebuah fakta yang harus tetap dipegang dan diutamakan, karena fakta adalah nyawa dari sebuah berita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun