Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

7 Refleksi Natal: Tak Terbius "Kemasan" Tradisi

30 Januari 2016   12:01 Diperbarui: 30 Januari 2016   12:03 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Salah satu atraksi dari pasar malam yang diadakan di dalam areal Gardens by the Bay Singapura selama penyambutan kemeriahan Natal, Rabu (2/12). Para pengunjung tempat wisata pendidikan ekologi itu dalam sebulan akan menikmati suguhan lain bertemakan natal. (KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO)"][/caption]“Saya bersyukur meski natal tahun ini tidak bisa bersua dengan keluarga karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, namun saya tidak kehilangan sukacita natal itu sendiri, karena Ia telah lahir di hati saya,” ungkap Kornelius dalam berkas catatan hariannya.

Seperti hari besar lainnya, Natal merupakan salah satu momen istimewa bagi umat Nasrani. Memasuki bulan Desember, sukaria dan ornamen natal mulai terlihat. Setiap sudut pusat perbelanjaan pun tak kalah untuk turut berhias dengan ornamen serba merah hijau dan kerlip lampu hias yang melingkar cerah di pohon natal.

Tak hanya sebuah tradisi nan sarat legalitas agamawi, Natal menjadi momentum refleksi dan retreat pribadi. Lalu, seperti apakah makna Natal itu? Berikut ini tujuh opini maupun reportase Kompasianer di tengah semarak dan dinamika Natal.

1. Kuliner dan Tradisi Natal ala Bayern, Jerman

Berbeda keyakinan bukan berarti tak dapat berpadu dan bersatu. Sekadar membantu dan menghormati hari besar agama, bagi Elde itu sah-sah saja.

Mendekati hari H atau tepatnya tanggal 24 Desember, mulai saatnya kesibukan memasak. Di siang hari biasanya orang-orang mendatangi pemakaman keluarga dan selanjutnya makan malam di rumah.

Sebagai penduduk asli wilayah negara bagian Bayern, sang mertua selalu  menginginkan menu tradisional. Makanan kesukaan mereka adalah semacam wollwurst, brezel dan salad kentang. Gurihnya sosis sapi dan kalkun muda serasa menari-nari dan menggoda.

[caption caption=" Warga memasang hiasan bertema Natal di Gereja Santo Antonius, Kotabaru, Yogyakarta, Selasa (22/12). Sejumlah gereja mulai menyiapkan dekorasi serta menambah tempat duduk bagi umat yang hendak mengikuti perayaan Natal pada minggu ini. (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)"]

[/caption]

2. Natal Terindah adalah Ketika Merayakannya di Tengah Keluarga

Bagi Kompasianer yang akrab disapa Opa Tjipta ini, Natal  terindah adalah ketika merayakannya di tengah-tengah keluarga. Pesta besar-besaran di restoran mewah, sama sekali tidak ada hubungannya dengan arti dan makna Natal yang sesungguhnya,

Inti dari Natal adalah ”kasih” dan kasih itu adalah berbagi terhadap sesama yang tentu saja diawali dengan menerapkannya terlebih dulu dalam keluarga sendiri. Alangkah ironisnya merayakan Natal besar-besaran di luar sana bersama orang lain, sementara dalam keluarga sendiri tidak ada kedamaian.

3. Hidup Itu Perkara Tafsir, Meributkan Natal di Medsos Itu Ngehe

Liburan Swadestawasesa pada Desember lalu nyaris sempurna. Bangun pagi, sarapan, ngopi, utak-utik medsos, membersihkan kandang kura-kura, lalu bikin jingle. Namun, tampaknya ada setitik nila yang merusak hari-harinya, yakni di kala mengutak-atik medsos dan menemukan banyak akun di Facebook yang kontennya riuh soal perdebatan ucapan Natal. Debat kusir berlatar agama pun seolah menjadi bahan perbincangan yang “asyik” di media sosial ini.

Saat membaca status Facebook tersebut, ia jadi teringat adagiumnya Pramoedya Ananta Toer yang mengatakan bahwa “hidup itu sederhana, hanya tafsirannya yang hebat-hebat,” kata Pram. Saling lempar tafsir pun tak terbendung. Namun Swadestawasesa menyayangkan, tafsir yang sebenarnya untuk individu itu dihegemoni melalui media sosial.

Menurut Swadestawasesa, pada dasarnya hidup itu bebas. Sesuai kesenangan dan tafsiran masing-masing. Bebas pula sebenarnya mau meributkan hal yang itu-itu saja di medos sampai ngehe. Pertanyaannya kalau begitu, apa enggak bosen?

Lagi-lagi kita bertanya, kapan ‘kebosanan’ itu tiba?

[caption caption="Kotak pos untuk mengirim kartu pos dari Kantor Pos Utama Santa Klaus di Finlandia dengan cap pos yang unik dan khas. (KOMPAS/SRI REJEKI)"]

[/caption]

4. Maulid Natal Nabi Ibrahim Bersama dalam Perbedaan

Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun 2015 memang hampir bersaman dengan hari raya Natal. Momentum ini menjadi tampak istimewa untuk menumbuhkan toleransi, dan kebersamaan dalam perbedaan. Walaupun secara legal dua keyakinan ini berbeda, bagi Musni Umar harus terus memelihara dan menjaga kebersamaan.

Bahkan menurutnya, para pemimpin agama harus sering silaturrahim. Melalui kegiatan silaturrahim, akan terbangun kedekatan dan saling pengertian. Saling mengikat, mengisi dan bergandeng tangan dapat mewujudkan keutuhan dan esensi kebhinekaan bangsa kita tercinta Indonesia.

5. Cirebon Merayakan Keberagaman

Kirab Panjang Jimat, Muludan, dan Perayaan Natal umat Nasrani yang digelar bersama dalam merayakan keberagaman di Kota Wali, Cirebon sangatlah indah.

Pada malam yang dihias gerimis, Webe yang kala itu berada di Lemahwungkuk, Keraton Kaprabonan, melihat sikap inklusif-transformatif itu yang secara adil turut menjelaskan, menyosialisasikan, dan menfasilitasi kepentingan seluruh warga Cirebon dalam memanifestasikan keyakinan keberagaman mereka tanpa harus menimbulkan konflik antar umat beragama.

[caption caption="Sultan Kaprabonan X, Pangeran Raja Hempi Raja Kaprabon bersama Raja Samu Samu VI, Ratu Tanah Rata Kokoda Putri Raja Al Alam Ugar pik-pik Sekar Papua Barat, Kasultanan Demak, dan beberapa Raja yang tergabung dalam Forum Komunikasi dan Informasi Keraton Nusantara (KOMPASIANA/WEBE)"]

[/caption]Maulid Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam berlangsung bersamaan dengan perayaan Natal bagi umat Nasrani, terselenggara dengan hikmat di Keraton Kaprabonan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Kasepuhan. Kirab Panjang Jimat, Muludan, dan Perayaan Natal umat Nasrani yang digelar bersama dalam merayakan keberagaman di Kota Wali, Cirebon, sangatlah indah.

Cirebon sebagai Kota Wali telah membuktikan, bahwa agama bersifat sunggguh-sungguh pribadi dan sungguh-sungguh sosial.

6. Lima Film Terbaik Tontonan Liburan Natal

Mengenyam lagi lirik lagu mantan penyanyi cilik Tasya “…Libur t’lah tiba, libur t’lah tiba, hati ku gembira.” Banyak aktivitas bisa dilakukan spanjang liburan Natal, di antaranya adalah nonton film bareng keluarga atau teman.

Charles Marbun pun mengurai ringkas tontonan apa yang apik untuk dinikmati selama liburan. Mengutip dari The Observers, Charles menyusun daftar lima film terbaik untuk liburan Natal, di antaranya Star Wars: The Force Awakens, Krampus, Die Hard,  The Night Before, dan A Christmas Story.

Meski Natal 2015 sudah lewat, mungkin film-film ini masih layak untuk ditonton kembali.

7. Pohon Natal Petai Adakah Pembingkainya

Natal selalu identik dengan pohon cemara berlapis salju dan kejutan Sinterklas dengan aneka hadiah yang menawan. Tetapi bicara soal pohon natal, pernahkah terbayang bentuk dan komposisi pohon natal dari  julur-julur petai hijau nan cerah?

“Sungguh tak terpikirkan,” begitu kira-kira impresi Susana Srini saat mendapat foto pohon natal unik ini yang telah beredar luas di media sosial, sejak 24 Desember malam. Ia pun ingin sejenak menelusuri, adakah narasi indah yang membingkai pohon petai tersebut sehingga perlu dihadirkan di altar? Atau memang hanya sepenggal gambar tanpa latar?
[caption caption="KOMPASIANA/SUSANA SRINI"]

[/caption]Jelas sekali bahwa pohon petai di samping altar tersebut tak sekadar gambar tanpa latar, atau sekadar cari sensasi. Sebagai hiasan, malam itu ia pun hadir bersama-sama dengan tetumbuhan lain seperti rumpun jagung, talas, tomat, bahkan rumput teki dan berbagai tanaman lain. 

Julur-julur petai sebagai ornamen utama pohon natal ini menjadi refleksi bahwa gereja dan umat di dalamnya dapat membumi, lestari, dan membudaya. Keprihatinan di tengah masyarakat yang sedang berpusar di tengah badai perubahan zaman, dan untuk meneguhkan betapa besar spirit dan kepekaan terhadap alam dan sosial budaya.

***

[caption caption="Anak-anak memegang lilin saat merayakan natal bersama Bupati Malinau di gereja Desa Sungai Barang, Kayan Selatan, 3 Desember 2014. Sungai Barang merupakan salah satu desa yang terletak di perbatasan Indonesia-Malaysia. (FIKRIA HIDAYAT/KOMPAS.COM)"]

[/caption]Sebagai insan yang berhadapan dengan hal yang sifatnya lahiriah (kasat mata), sifat manusiawinya -salah satunya pada setiap momen Natal- cenderung lebih senang pada suasananya.  Dunia pun tampak dibius dengan kemasan Natal yang serba kerlap-kerlip, sehingga acap kali lupa pada esensi batiniah yang tersirat di dalamnya.

Sejatinya Natal adalah sebuah karya kasih yang personal, pribadi lepas pribadi, dan wujud karya untuk setiap insan yang teramat berharga dan bernilai di mata Sang Maha Agung. (KOB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun