Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Si Kancil yang Nakal itu Benar-benar Tak Diberi Ampun

25 Oktober 2015   16:43 Diperbarui: 26 September 2018   13:36 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kondisi alam akibat penambangan pasir di salah satu wilayah di pesisir selatan Kabupaten Lumajang. Kerusakan alam yang ditimbulkan sungguh tak sepadan dengan PAD Kabupaten Lumajang dari penambangan pasir yang hanya 75 Juta Rupiah per tahun/Kompas Print

Penambangan pasir pantai di daerah itu menyebabkan air laut masuk ke darat dan menggenangi sebagian lahan sawah yang dikelola warga/Kompas Print
Penambangan pasir pantai di daerah itu menyebabkan air laut masuk ke darat dan menggenangi sebagian lahan sawah yang dikelola warga/Kompas Print

Dari Salim Kancil, kita bisa belajar, bagaimana mengolah rawa di pesisir pantai, menjadi lahan pertanian. Setelah ia dibunuh pada Sabtu (26/9/2015) lalu, kita harus tahu, Salim Kancil sesungguhnya inovator pertanian yang mengagumkan. 

Menurut cerita Tijah, istri Salim Kancil, yang kabarnya juga buta huruf, ke-40 warga desa itu berhasil menciptakan 10 hektar lahan sawah baru di pesisir Watu Pecak, Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang. Nah, sawah yang menjadi sumber penghidupan sedikitnya 40 kepala keluarga itulah yang rusak dan hancur akibat penambang pasir di sana.

10. Blusukan ke TKP Salim Kancil dari akun kompasianer Teguh Haryawan

Desa Selok Awar-awar/Teguh Haryawan
Desa Selok Awar-awar/Teguh Haryawan

Lumajang tempo dulu pernah punya cerita kelam. Kala itu, bala tentara Hayam Wuruk berjuang habis-habisan melawan balatentara Majapahit lantaran perselisihan dan intrik diantara para ksatria dan pendiri Majapahit. 

Diawali runtuhnya benteng Lumajang di Pajarakan dan Gending, sampai akhirnya kota Lumajang pun luluh lantak. Lumajang hari ini pun demikian, geger oleh kasus perselisihan dan intrik antara kaum penolak tambang dengan kaum yang memanfaatkan profit dari kekayaan tambang. Tepat satu tahun lalu, kompasianer Teguh Haryawan, malah berkesempatan blusukan ke desa tempat Salim Kancil tinggal.

11. Sebuah Puisi Tentang Cerita Kancil dari akun Kompasianer Andi Wi

Ilustrasi Si Kancil dan Buaya/erlinwe.wordpress.com
Ilustrasi Si Kancil dan Buaya/erlinwe.wordpress.com

Andi Wi tak neko-neko membuat syair untuk Salim Kancil. Ia hindarkan puisi berbait-bait nan panjang. Ia jauhkan puisi narasi yang terkadang membuat orang bingung untuk membedakan: mana puisi mana cerita pendek. Ia luputkan kata-kata sulit dalam syairnya ini. Andi Wi hanya mendoakan Salim. Berikut petikan doanya:

Apapun itu,
Kami doakanmu, sebanyak-banyaknya
seperti halnya kata-kata
di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
'barang siapa.'
Tidurlah yang nyenyak, Cil.
Soal buaya, biar kami yang ikat dan tangani.
Tidurlah... Seperti bayi yang tak tahu.
Apa itu mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun