Ketika pisau tidak lagi mampu mengancam perasaan seorang yang disayang, gunakanlah puisi sebagai alternatif senjatanya. Handy Pranowo memang dikenal baik di kanal Fiksiana dengan puisi-puisinya yang aduhai. Ketika sebagian orang mengkritik lewat sastra, Handy Pranowo masih suka menggunakannya untuk menggombal. Salah? Tentu tidak, malah keistimewaanya di sana. Banyak penyair yang karya-karyanya ditulis dari kepedihan, namun Handy Pranowo seperti menulis dalam keadaan riang. Tidak ada kepedihan di puisinya yang berjudul “Untuk Maryam Istriku”.
10. Memetik Mimpi oleh Granito Ibrahim
Cerpen milik Nito –panggilan akrabnya– ini memang sederhana. Barangkali ada yang masih ingat titah dari guru: “gantungkan cita-citamu setinggi langit”? Ya, sebagai orang yang sering mengilustasikan sampul-sampul buku dari Komunitas Fiksiana itu, dibuat tidak sesederhana adanya. Si Aku dalam cerpen itu menghabiskan sisa hidupnya untuk menempelkan segala impiannya di langit, dari kecil. Tapi, setelah Si Aku beranjak dewasa, kini ia menjalani profesi dari yang sama sekali tidak pernah ia tulis dari kecil itu di langit.
11. Hampir Kubunuh Istrimu oleh Pakde Kartono
Terlepas dari isi cerpen romantis yang dibuat Pakde Kartono untuk ikut meramaikan perhelatan Komunitas Fiksiana, FAPI, jumlahnya tidaklah 200 kata dan diunggah beberapa detik sebelum batas akhir pengiriman naskah. Sebagai pamungkas perhelatan ini, Pakde Kartono mampu menutupnya dengan manis: mengajak makan malam istri di roof top hotel bintang 7 tepat di pinggir kolam.
*) Keteranan Gambar: Poster Perhelatan Komunitas FIksiana, FAPI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H