Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

10 Ulasan Kebijakan Terkait Tunjangan Mobil Pejabat

3 Mei 2015   11:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:26 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_413507" align="aligncenter" width="562" caption="Anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) menjaga mobil Kepresidenan yang diparkir di kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2014). Mobil ini akan digunakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke acara pelantikan presiden baru./Kompasiana(kompas.com)"][/caption]

Kebijakan pemerintah dalam menaikkan tunjangan uang muka mobil pejabat menjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Hal ini semakin menjadi kontroversi kala pemerintah saling lempar tanggung jawab. Presiden menyalahkan Kementerian Keuangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Pan-RB) melempar ke DPR yang memberikan usulan awal. Kebijakan ini pun akhirnya dikaji ulang oleh Presiden.

Presiden Jokowi pun angkat bicara terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Jokowi mengaku tidak selalu memeriksa sejumlah Perpres secara rinci lantaran begitu banyak jumlah dokumen yang ia harus tanda tangani.

Lantas bagaimana pendapat kompasianer tentang isu kebijakan kenaikan tunjangan uang muka mobil pejabat ini? Yuk simak 10 ulasan dari kompasianer akan isu ini:

1. Perhatikan Hal-Hal Ini Sebelum Tanda Tangan Dokumen [caption id="" align="aligncenter" width="499" caption="Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana memegang materi rapat yang disusun oleh pakar keuangan daerah Sumardjiyo, Jumat (27/3/2015)/kompasiana(kompas.com)"]

[/caption]

Secara administratif, dokumen tercetak masih dipertahankan sebagai sarana komunikasi formal, termasuk bagi lembaga negara. Setidaknya ada hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menandatangani dokumen resmi. Apa sajakah itu? Jawabannya terletak pada aspek 3C, yaitu (1) Completeness, (2) Correctness dan (3) Conclusiveness. Selengkapnya bisa Anda baca di sini.

2. Pantaskah Tunjangan Kendaraan Pejabat Negara Dinaikkan? [caption id="" align="aligncenter" width="496" caption="Presiden Joko Widodo | tempo.co"]

[/caption]

Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015, yang isinya untuk meningkatkan fasilitas uang muka pembelian kendaraan untuk pejabat Negara, dari sebelumnya Rp. 116.650.000,- menjadi sebesar Rp 210.890.000,- atau sebesar 80,79% dinilai masyarakat sebagai tindakan tidak peka kondisi, hal ini didasari karena belum terlihatnya kinerja pemerintah, khususnya dalam perbaikankesejahteraan dan masih banyaknya pekerjaan rumah yang belum diselesaikan, belum lagi karena umur pemerintahan baru enam bulan berjalan. Selengkapnya bisa Anda baca di sini.

3. Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 2015, Menimbulkan Polemik

[caption id="" align="aligncenter" width="496" caption="Seorang warga adat Manokwari | tempo.co"]

[/caption]

Bagaimana tidak menimbulkan polemik, Wakil Presiden Jusuf Kalla pada saat wawancara tersebut mengatakan tidak tahu persis mengenai peraturan kenaikan tunjangan kendaraan untuk pejabat Negara, belum lagi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Jalil malah tergagap ketika ditanya wartawan.Selain mengatakan dirinya tidak mengerti, bahkan Pak Menteri balik bertanya kapan surat tersebut dikeluarkan. Selengkapnya bisa Anda baca di sini.

4. Sikapi Empati Jokowi: DPR Malu-malu Kucing

[caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="www.lampost.co"]

[/caption]

Tulisan ini mengangkat isu adanya sikap aneh pemerintah menaikkan uang tunjangan mobil pejabat, sebenarnya ada apa di balik peraturan presiden ini? Jangan-jangan ada transaksi politik tetapi mengapa DPR ternyata masih bersikap seperti malu-malu kucing tidak mau menerima uang tunjangan mobil pejabat? Bukankah sudah disetujui waktu itu? Selengkapnya bisa Anda baca di sini.

5. Sanggupkah Jokowi Memelihara Kesetiaan Masyarakat melalui Keputusan Kontroversial?

[caption id="" align="aligncenter" width="499" caption="Presiden Jokowi/Kompasiana(KOMPAS IMAGES/VITALIS YOGI TRISNA)"]

[/caption]

Kompasiner ini menyinggungcara kerja kabinet di bawah kepemimpinan Jokowi, yang tampaknya belum tercipta kerja sama yang baik, bahkan tampak acak-acakan. Kabinet ramping yang dijanjikan di awal Pilpres dari hari ke hari, justru tampak semakin gemuk dengan para menteri dari berbagai parpol.

Jokowi juga mengangkat staf khusus kepresidenan dan Wantimpres yang ternyata belum/ tidak terlalu membantu kinerja Presiden. Selain sama-sama berlomba dengan sang presiden melakukan keputusan dan tindakan-tindakan kontroversial. Sanggupkah Jokowi konsisten dengan janjinya saat pemilu dahulu? Selengkapnya bisa Anda baca di sini.

6. Kata Tommy Soeharto; Jokowi Itu Sebenarnya Orangnya Baik, Tapi Diperalat Manusia-manusia Bertabiat Buruk

[caption id="" align="aligncenter" width="499" caption="Pembina asosiasi Great Stone Nusantara (GSN) Hutomo Mandala Putra saat menyampaikan konsep pemberdayaan industri batu akik, di pameran batu akik, di Balai Panjang Museum Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Sabtu (18/4/2015)."]

[/caption]

Kompasianer yang satu ini mengambil kutipan dari Tommy Soeharto anak mendiang mantan Presiden Soeharto yang mengatakan bahwa Jokowi itu orangnya baik, tapi diperalat manusia-manusia berhati licik dan bertabiat buruk di sekelilingnya, termasuk keputusan dalam penerbitan Perpres tentang naiknya uang muka mobil pejabat.

Menurutnya kesalahan penandatanganan itu tak akan mungkin terjadi secara tak sengaja. Itu bukan suatu kelalaian, akan tetapi kesengajaan fatal yang memang sengaja dibuat oleh orang dalam di seputaran lingkaran Jokowi. Sangat disayangkan dan memalukan di mata publik. Selengkapnya bisa Anda baca di sini.

7. Akankah Megawati Menangis Lagi?

[caption id="" align="aligncenter" width="435" caption="Megawati (aktual.co)"]

[/caption]

Pada Kongres PDIP akankah membuat Megawati menangis seperti pada kongres yang lalu, apalagi saat ini PDIP-lah partai pemerintahan. Dengan kondisi ekonomi, sosial, dan politik sekarang ini, apakah dalam pidatonya itu Megawati akan menangis?

Jika iya, pastilah hal ini menjadi paradoks dan ironi: saat pemerintah menaikkan harga BBM, yang diikuti dengan naiknya harga barang-barang kebutuhan sehari-hari, menghimbau rakyat untuk menghemat, kok bisa Presiden Jokowi yang diamanahkan Megawati ini malah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) yang menaikkan fasilitas uang muka bagi pejabat negara. Selengkapnya bisa Anda baca di sini.

8. Uang Muka Mobil bagi Pejabat Sudah sejak Jaman Soeharto

[caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="Diolah dari berbagai Kepres dan Perpres"]

[/caption]

Menurut kompasianer ini langkah berani Jokowi membatalkan keputusan untuk menaikkan tunjangan uang muka mobil merupakan presiden pertama Indonesia yang berani membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Fasilitas Uang Muka Pembelian Kendaraan Perorangan bagi Pejabat Negara.

Karena bila ditelusuri, kebijakan ini sudah ada sejak jaman Orde Baru-nya Soeharto dan waktu itu berbentuk Keputusan Presiden. Soeharto mengeluarkan 4 kali Kepres, pun setali tiga uang dilakukan oleh BJ Habibie memerintah, sempat mengeluarkan Keppres namun ditujukan hanya untuk Hakim MA. Selengkapnya bisa Anda baca di sini.

9. 20 Mei 2015, Nasib Jokowi Diujung Tanduk

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Dok Pri Mawalu "]

[/caption]

Kompasianer ini menulis bahwa setelah Jokowi jadi presiden, justru harga sembako, sayuran, bawang merah, telur, minyak goreng, ongkos angkutan, beras, elpiji, tarif listrik, ongkos transportasi dan kereta api pun naik melambung tinggi.

Belum lagi dengan keputusan nekat Jokowi mencabut berbagai subsidi untuk rakyat kecil, mulai dari subsidi BBM, subsidi pupuk, tarif kereta, listrik, tol, bea materei, dan subsidi-subsidi lainnya.

Terakhir Jokowi yang selama ini dicitrakan sosok sederhana justru Jokowi malah melakukan pemborosan anggaran dengan menandatangani kenaikan tunjangan DP untuk pembelian kendaraan pejabat Negara. Akankah ada gerakan 20 Mei untuk lengserkan pemerintahan Jokowi? Selengkapnya bisa Anda baca di sini.

10. Meneropong Jokowi Pakai Sedotan Dari Pucuk Monas

[caption id="" align="aligncenter" width="499" caption="Capres nomer urut 2 Joko Widodo atau Jokowi saat melepas ribuan peserta acara Gerak Jalan Revolusi Mental di Kawasan Monas, Jakarta, Minggu (22/6)/Kompasiana(kompas.com)"]

[/caption]

Penulis artikel ini berpendapat apakah kita percaya padapengakuan Presiden Jokowi bahwa lolosnyaPerpres terjadi karena dia tak cermat membaca konsepnya lebih dulu? Menurut penulis Kalau kita percaya begitu saja, maka perlu introspeksi,sebab jangan-jangan kita sudah terkena sindrom “teropong sedotan dari pucukMonas”.

Hal ini sebuah metafora untuk mengatakan kita telah gagalmenangkapmakna sejati di balik pengakuan Jokowi itu, karena menafsirnya menggunakanperspektif yang tak andal. Setidaknya menurut penulis ada dua hal yang perlu digarisbawahi, yakni obyektivisme yang etnosentris dan subyektivisme sudut  pandang Jokowi. Apa maksud si penulis? Selengkapnya bisa Anda baca di sini.(HAN)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun