Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

10 Tanggapan Kompasianer terhadap Pernikahan Selebriti Raffi-Gigi

25 Oktober 2014   22:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:45 1501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat sempat heboh dengan kejadian pernikahan selebriti yang disiarkan secara eksklusif di salah satu stasiun TV selama berjam-jam menyita frekuensi publik. Kejadian ini memicu berbagai respon dari masyarakat, bahkan protes keras dari institusi pengamat televisi seperti Remotivi, bahkan berakhir dengan layangan surat teguran dari KPI. Lalu bagaimana dengan Kompasianer? Respon dari Kompasianer pun beragam. Total ada 19 artikel yang membahas topik pernikahan selebriti ini, ada yang mendukung, menolak dengan keras, dan ada yang biasa-biasa saja. Berikut artikel yang disorot dalam menanggapi Topik Pernikahan Selebriti. 1. Keraguan masyarakat terhadap KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) [caption id="attachment_368968" align="aligncenter" width="630" caption="Ilustrasi KPI (Sumber: Kompas.com)"][/caption] Phadli Hasyim dalam artikelnya berjudul "Siaran Pernikahan Raffi dan Aturan KPI yang Dilanggar" mengungkapkan bahwa KPI seharusnya konsisten untuk terus memantau dan memberi sanksi terhadap stasiun TV yang masih membandel menyiarkan pernikahan selebriti secara live dengan menggunakan frekuensi publik. Sebelum siaran pernikahan Raffi dan Gigi, KPI pernah melayangkan teguran pada RCTI yang menyiarkan pernikahan Anang dan Ashanti. KPI melayangkan teguran pada Direktur Utama Trans TV Atiek Nurhayati seperti yang disampaikan Natasha dalam artikelnya berjudul "KPI Beri sanksi ke Trans TV Karena Tayangkan Pernikahan Raffi Nagita". Kompasianer Andika dalam artikelnya berjudul "Senjata KPI dan Tayangan Bandel", melihat kiprah KPI yang seringkali memberikan teguran-teguran terhadap tayangan TV yang membandel, mengusulkan jika KPI juga fokus di ranah pencegahan dengan verifikasi tayangan. KPI bisa melihat rundown program tersebut dan memberi cvatatan, bahkan melarang sebuah prgram tayang. 2. Raffi is not our prince! [caption id="" align="aligncenter" width="618" caption="Pernikahan Raffi dan Gigi (Sumber: Kompas.com)"]

[/caption] Kompasianer Gilang Parahita dalam tulisannya berjudul "Raffi is Not Our Prince" menyampaikan bahwa menyandingkan pernikahan Raffi-Gigi dengan Royal Wedding Pangeran William tentu jomplang. Raffi-Gigi yang adalah publik figur/selebriti yang walaupun sering wara-wiri di layar kaca, tentu berbeda nilai beritanya dengan pernikahan pangeran William yang disiarkan secara live oleh BBC. Raffi bukanlah pangeran bagi warga Indonesia, Raffi tentu menjadi pangeran bagi istrinya-Nagita. Sedangkan Pernikahan Pangeran William menjadi penting bagi warga Inggris, dengan pertimbangan suatu hari Pangeran William akan memimpin United Kingdom. 3. Sindiran untuk Trans TV dan RCTI [caption id="" align="aligncenter" width="569" caption="Ilustrasi (Sumber: Kompas.com)"]
[/caption] Ada juga Kompasianer yang menulis dengan nyinyir. Adalah Kompasianer Emshofi yang dalam artikelnya "Trans TV dan RCTI Terima Video Shooting Nikahan" menyindir kedua stasiun TV ini sebagai penyedia jasa video shooting acara nikahan. Siapa yang tidak tertarik dengan jasa ini? Gambar yang diambil jelas, angle yang dipilih tepat, cara edit yang mulus dan bagus. Kameranya berpuluh-puluh. Karyawan stasiun TV yang prestise terpaksa berubah menjadi "tukang shooting nikahan". 4. Bukan salah Raffi Ahmad, justru Trans TV! [caption id="" align="aligncenter" width="583" caption="Ilustrasi (Sumber: Tribunnews.com)"]
[/caption] Sahroha Lumbanraja dalam artikelnya "Salut sama Raffi Ahmad, Trans TV Bangunlah!" justru mengkritik stasiun TV ini. Bayangkan saja, saat TV berlomba menjadi official acara olahraga internasional, Trans TV justru bangga sebagai TV resmi untuk pernikahan Raffi-Gigi. Trans TV seperti kehilangan kreatifitas dalam membuat program pencetak rating baru pasca diberhentikannya acara YKS. Acara live nikahan selebritis ini dianggap bisa mencetak rating, setelah beberapa lama rating Trans TV "dihajar" oleh serial India di ANTV dan ajang bakat di RCTI. 5. Bukti Monopoli siaran TV [caption id="" align="aligncenter" width="567" caption="Sumber: Kompas.com"]
Sumber: Kompas.com
Sumber: Kompas.com
[/caption] Iwan Permadi dalam artikelnya "Beri Kesempatan PH Kecil" menjelaskan bahwa disiarkannya pernikahan selebriti dengan blocking time dan live, menggambarkan adanya monopoli suaran TV oleh "hanya" 10 stasiun TV yang memunculkan tayangan utama tanpa memedulikan apakah tayangan punya nilai edukasi atau budaya yang mendukung cita-cita bangsa atau tidak. Realita penggunaan frekuensi milik publik yang digunakan oleh 10 stasiun TV ini menurut Iwan Permadi hanya digunakan sebagai tambang mencari uang bagi pemiliknya. Menurut Ikhwan Wahyudi dalam artikelnya "Trans Berubah Menjadi Televisi Raffi Ahmad Nagita Slavina" menyampaikan, di tengah penyalahgunaan frekuensi publik ini, ada banyak pihak yang dengan semangat dan idealisme yang dimiliki antre untuk mendapatkan frekuensi agar bisa mendirikan stasiun TV. Tak heran jika media ini tak mau kehilangan moment pernikahan selebriti, mengingat prosesi pernikahan pesohor tentu dapat mendatangkan keuntungan berlipat dibandingkan dengan menyiarkan rapat-rapat anggota parlemen. Fakta membuktikan, menyiarkan rapat parlemen tentu menjemukan dibandingkan dengan pernikahan selebriti karena tidak disisipi iklan. Sedangkan di siaran pernikahan, penonton bisa beristirahat sebentar karena muncul sisipan iklan sponsor. Beginilah, sindiran halus dari Kompasianer Prabu Bolodowo dalam artikelnya berjudul "Nonton Bareng Kawinan Raffi Nagita di Trans TV". Kemudian disimpulkan oleh Heno Bharata dalam artikelnya berjudul "Raffi Ahmad Sagita Navilla dan Hiperreality Dunia Entertainment Jakarta", inilah mungkin yang disebut dengan bisnis kapitalisme modern. Termasuk di dunia pertelevisian yang berselingkuh dengan bisnis entertainment sehingga memunculkan sebuah hiperreality berupa tayangan sejenis reality show, yang dianggap sebagai sesuatu yang ditunggu-tunggu publik. 6. Ada Juga Loh, Masyarakat yang Suka! [caption id="" align="aligncenter" width="551" caption="Sumber: Tribunnews.com"]
[/caption] Walaupun minoritas, ternyata ada loh yang menikmati tayangan pernikahan selebriti ini. Adalah Kompasianer Kohar Amir, dalam artikelnya "KPI Vs Raffi Ahmad Banyak Juga Masyarakat yang Suka" mengungkapkan hal positif yang bisa diambil, yaitu belajar tentang budaya pernikahan khas Sunda dan Jawa, dan sosok Raffi Ahmad sebagai sosok pekerja keras dan menjadi tulang punggung keluarga menjadi motivasi bagi anak muda untuk tidak malas bekerja keras. Juga Kompasianer Mbak Avy dalam artikel "Rahasia Perkawinan Spektakuler Raffi Ahmad" menuliskan hal senada tentang manfaat yang bisa diambil dari siaran pernikahan Raffi-Gigi. Sisi positif dari Raffi Ahmad sebagai tulang punggung keluarga yang ulet, sosok yang ramah, dan ringan tangan dalam membantu orang di sekitarnya. 7. Budaya Hedon yang Dipertontonkan di Tengah Kesulitan Masyarakat [caption id="" align="aligncenter" width="558" caption="Sumber: Kompas.com"]
[/caption] Franscius Matu dalam artikelnya berjudul "Pernikahan Raffi Gigi Pameran Super Hedonis" jelas menyampaikan ketidaksetujuannya dengan siaran pernikahan selebriti di TV nasional. Menurutnya, tidak pantas lah pernikahan yang super hedon dipamerkan berhari-hari di antara kehidupan masyarakat yang mengalami kesulitan hidup berkepanjangan. Kenapa TV swasta mau menayangkan pernikahan selebriti? Menurut Francius, ini adalah usaha agar pola hidup mewah/hedonis terus berlangsung dan dipelihara menjadi bagian dari budaya masyarakat kita. Budaya hemat dan sederhana menjadi sesuatu yang memalukan. Bisa jadi ini dilakukan untuk memicu TV lain agar menayangkan hal serupa. Kompasianer ini kemudian mengajak agar kita kembali membudayakan pernikahan yang sederhana, khidmad tercapai sebagai sasaran utama, seperti hal yang dilaksanakan oleh masyarakat di negara maju yang sederhana ketika melangsungkan acara pernikahan. 8. Tayangan Marathon Bisa Memantikan Karier Raffi Ahmad. [caption id="" align="aligncenter" width="558" caption="Sumber: kompas.com"]
Sumber: kompas.com
Sumber: kompas.com
[/caption] Arief Firhanusa dalam artikel berjudul "Tayangan Marathon Bisa Memantikan Karier Raffi Ahmad" khawatir dengan karier Raffi Ahmad selanjutnya. Masyarakat disuguhi wajah Raffi Ahmad dengan berbagai format, dengan berbagai situasi, dengan beragam ilustrasi dalam tiga hari berturut-turut bisa jadi menciptakan klimaks bagi karier Raffi Ahmad. 9. Ramalan Hubungan Raffi dan Gigi [caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Sumber: tribunnews.com"]
Sumber: tribunnews.com
Sumber: tribunnews.com
[/caption] Kompasianer Nugroho, dalam artikelnya "Akankah Perkawinan Raffi Gigi Langgeng?" mempertanyakan kelanggengan pasangan selebritis ini. Raffi dikenal sebagai cowok flamboyan dan sering berganti pacar. Kompasianer ini memprediksi pernikahan selebritis ini akan langgeng, mengingat sosok Gigi yang dewasa dan nampak sudah sangat menyelami sifat-sifat Raffi. 10. Munculnya Surat Sangat Serius untuk KPI! [caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber ilustrasi : @remotivi"]
Sumber ilustrasi : @remotivi
Sumber ilustrasi : @remotivi
[/caption] Prabu Bolodowo dengan serius melayangkan surat sangat serius pada KPI. Prabu Bolodowo mengklaim sebagai publik yang menyukai siaran pernikahan selebritis ini, Berikut salah satu butir dalam suratnya. "Tayangan perkawinan RN lebih besar manfaatnya bagi kemajuan tradisi dan budaya bangsa dibanding tayangan sepak bola" (ACI)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun