[caption id="attachment_387494" align="aligncenter" width="450" caption="Ilustrasi AFTA 2015. (Shutterstock)"]
Ashwin Pulungan menilai AFTA dan WTO merupakan strategi tinggi para kapitalis untuk menghilangkan kedaulatan suatu negara. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dianggap akan dijadikan sasaran empuk pemasaran produk. Sekarang saja Indonesia sudah dibanjiri produk asing, mulai dari fashion, kebutuhan pangan seperti garam, gula, beras, terigu, hingga makanan siap saji menjamur di pusat-pusat perbelanjaan. Bila tidak diimbangi dengan peningkatan sumber daya manusia, hancurlah ekonomi Indonesia.
11. Kupas Tuntas Bandara Baru, Bagus dan Indah di Indonesia
[caption id="attachment_387559" align="aligncenter" width="450" caption="Ilustrasi/Kompasiana. (KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI)"]
Menyoal pembangunan infrastruktur transportasi udara, Raisa Atmadja membeberkan bahwa pemerintahan SBY telah menambah satu terminal di Bandara Soekarno-Hatta yang semula dua menjadi tiga terminal walaupun masih belum cukup menampung penumpang, membangun Bandara Kuala Namu untuk menggantikan Bandara Polonia yang sudah ketinggalan zaman dan tak mampu menampung penumpang yang jumlahnya terus melonjak, membangun Bandara Internasional Lombok, serta memperbaiki dan menambah terminal Bandara Ngurah Rai, membangun Bandara Sepinggan. Selain itu, pemerintahan SBY berencana membangun 24 bandara baru hingga akhir 2015.
12. Praktik Bisnis Herbalife Diinvestigasi di AS, Bagaimana di Indonesia?
[caption id="attachment_387511" align="aligncenter" width="435" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Tribunnews.com)"]
Bisnis dengan sistem pemasaran skema piramida kerap menarik antusiasme masyarakat untuk menjadi membernya. Salah satunya adalah bisnis Herbalife. Ilyani Sudardjat terheran-heran menyaksikan produk Herbalife ada di sebuah desa, padahal harganya mahal. Produk penurun berat badan asal Amerika Serikat ini oleh para member Herbalife dipasarkan secara gencar. Padahal, di Amerika sendiri, sistem bisnis Herbalife diinvestigasi karena terindikasi membahayakan kelompok keluarga tidak mampu. Selain itu, produknya pun tidak sehebat klaimnya dan mengandung bahan-bahan yang berbahaya. Sementara di Indonesia, pemerintah tampak tidak bergerak tuh.
13. Opini: Saya Akan Menempeleng Wamen ESDM dan Wamenkeu
[caption id="attachment_387519" align="aligncenter" width="450" caption="Ilustrasi Singapura. (Shutterstock)"]
Sejatinya kedaulatan negara itu harus diusahakan, bukan malah secara sengaja digerogoti hingga habis. Itulah opini Iwanpiliang dalam judul artikel yang seharusnya menohok Wakil Menteri ESDM dan Wakil Menteri Keuangan. Wamenkeu menyatakan akan melakukan pemaparan kepada para investor di Singapura untuk berinvestasi membangun kilang minyak di Indonesia. Menurutnya, hanya di Singapura kita akan mendapatkan investor dan pakar di bidangnya. Sementara, Wamen-ESDM menyatakan hanya lewat Singapura kita bisa mengimpor minyak. Padahal, anak bangsa tidak sedikit yang memiliki kemampuan untuk melakukan dua hal itu.
14. Pemerintah Menipu Rakyatnya
[caption id="attachment_387560" align="aligncenter" width="431" caption="Pemerintah salah me-menejemen energi nasional. Sebagai negara yang memiliki cadangan gas terbesar dunia, rakyat Indonesia sulit menggunakan gas untuk memasak."]
Berangkat dari kenaikan harga LPG 12 kg, dengan judul yang provokatif, Ashwin Pulungan mempertanyakan mengapa Indonesia sebagai negara dengan cadangan gas alam terbesar di dunia malah memberikan harga yang relatif mahal kepada rakyatnya, padahal itu untuk kebutuhan dalam negeri. Anehnya lagi, pengelolaan usaha gas dilaksanakan dan dikontrakkan kepada pihak asing. Mungkinkah ada kesalahan manajemen, bahkan yang lebih parah manipulasi oleh pemerintah kepada rakyat? Artikel kritis ini diganjar lebih dari 6.657 view.
Kompasianer, itulah ke-14 artikel ekonomi terpopuler sepanjang 2014. Semoga sumbangsih Kompasianer turut memperbaiki nasib bangsa. Jangan lupa, baca pula 14 artikel terpopuler lainnya! (NUR)