[caption id="attachment_389723" align="aligncenter" width="512" caption="14 Artikel Green Terpopuler 2014"][/caption] Meningkatnya suhu rata-rata daratan, laut dan atmosfer bumi penyebab utamanya adalah aktivitas manusia itu sendiri. Teknologi dan inovasi juga menjadi salah satu faktor utama penyebab naiknya suhu bumi ini. Teknologi dan inovasi ini hadir dengan dampak positif dan negatif apalagi diperparah dengan aktivitas manusia yang intensitasnya semakin tak terkontrol. Contoh paling mudah adalah penggunaan kertas. Kertas memang sangat dibutuhkan manusia, segala aktivitas manusia pasti lekat dengan barang yang satu ini. Namun berapa pohon yang harus ditebang karena produksi kertas ini. Atau contoh paling dekat penggunaan bahan bakar fosil dalam kendaraan, semakin banyak kendaraan akan semakin meningkatkan suhu darat ini karena polusi dari pembakaran bahan bakar tersebut. Illegal logging, minimnya ruang terbuka hijau yang termakan bangunan, boros dalam penggunaan listrik dan masih banyak lagi penyebab yang sudah tidak dapat disebutkan satu persatu ini. Walaupun bisa dibilang terlambat untuk langkah pencegahan, setidaknya kita sebagai penghuni bumi wajib turut serta sebagai langkah minimalisir menipisnya lapisan ozon dan mengurangi meningkatnya suhu bumi. Kompasianer yang juga sebagai penghuni Bumi, wajib memberikan kontribusi sebagai aksi untuk bumi. Menunjukan aksi, dan sebarkan kegiatan positif tersebut melalui tulisan. Tentunya sepanjang tahun 2014 di kanal Green Kompasiana telah tersebar virus-virus melalu tulisan yang mengajak, menginformasikan aksi tersebut. Berikut 14 Artikel Green yang paling mendapatkan respon terbanyak di Tahun 2014.
[caption id="attachment_370981" align="aligncenter" width="413" caption="Gedung New Media Tower (NMT) Universitas Multimedia Nusantara di Scientia Garden Jalan Boulevard Gading Serpong, Tangerang, Banten, yang berbentuk oval dan mirip kepompong. (Foto: Gapey Sandy)"]
[/caption] Bentuk bangunan dan gedung-gedung tinggi juga menjadi salah satu pemicu dari pemanasan global warming atau lebih mudahnya gedung-gedung pencakar langit yang mengakibatkan efek rumah kaca dengan memantulkan cahaya dari matahari, termasuk juga pengelolaan gedung yang salah akan memperparah dampak tersebut. Namun berbeda dengan gedung New Media Tower (NMT) Universitas Multimedia Nusantara yang terletak di Serpong kota Tangerang Selatan ini. Menurut Kompasianer
Gapey Sandy yang berkesempatan untuk mengujungi langsung gedung tersebut, gedung yang terdiri dari 13 lantai ini
meraih penghargaan sebagai juara pertama Gedung Hemat Energi pada Penghargaan Efisiensi Energi Nasional pada 2013 dan juga
sebagai Energy Efficient Building kategori Tropical Building yang dilombakan pada ASEAN Energy Award 2014 di Vientiane, Laos. Gedung dengan konsep terbuka ini sangat menarik untuk ditelusuri, karena penggunaan listrik yang sangat efisien dengan memaksimalkan penggunaan cahaya matahari yang masuk, dan penggunaan sirkulasi udara yang penggunaan listriknya sangat minim. Tertarik untuk mencari tahu inovasi dari gedung ini, simak penelusuran lengkapnya di
SINI. [caption id="attachment_389502" align="aligncenter" width="448" caption="World Risk Index 2012 sumber: United Nation"]
[/caption] Siapa yang senang dengan namanya bencana, siapapun pasti akan berusaha untuk mengantisipasi, mencegah hingga melakukan inovasi untuk minimalisir bencana yang akan terjadi. Bencana banjir, tsunami, letusan gunung berapi, gempa bumi merupakan bencana yang biasanya menghantui negara dengan pulau yang memiliki luas tanah kecil. Berdasarkan data
World Risk Index yang dirilis PBB, Indonesia termasuk daerah yang memiliki resiko tinggi terhadap bencana yang ditandai dengan tanda merah muda gelap. Menurut ulasan Kompasianer
Ilyani Sudardjat Indonesia tidak sendiri yang termasuk dalam bagian negara dengan indikasi
very high risk, jepang dan negara-negara lain yang umumnya terletak dekat dengan perairan memiliki resiko tertinggi. Selain negara-negara yang memiliki resiko tertinggi ini, tertera negara Qatar yang ternyata negara paling aman di dunia dari bencana. Apa alasannya? Anda bisa simak selengkapnya artikel yang mampu meraih hampir di angka 4.000 pembaca di
SINI. [caption id="attachment_306414" align="aligncenter" width="362" caption="Bencana Akibat Perubahan Iklim (perubahaniklim.net)"]
[/caption] Masih ingat tentunya dengan bencana banjir bandang yang menimpa kota Manado, bencana banjir tersebut menurut pantauan warga, sebenarnya belum pernah terjadi. Hanya dengan waktu singkat, hujan deras dengan intensitas tinggi selama berhari-hari disambut dengan petir yang saling sahut menyahut menyebabkan banjir air bah yang menimpa kota Manado. Menurut laporan dari PBB, bencana ini tidak hanya terjadi di Manado saja. Beberapa negara Eropa dan Amerika juga turut terkena bencana tersebut akibat adanya perubahan iklim yang melanda bagian tersebut. Di balik bencana mengerikan yang sebenarnya masih dikatakan dalam skala kecil, tubuh bumi sebenarnya lebih menyimpan ancaman besar dibalik bencana ini. Menurut ulasan Kompasianer
Mas Wahyu penyebab terjadinya perubahan iklim yang sangat masif ini karena pengaruh dari pemanasan global, namun dalam ulasan tersebut juga dijelaskan cara mengantisipasinya. Apa langkah-langkahnya? Anda bisa simak ulasan lengkapnya yang mampu menarik hingga lebih dari 3.000 pembaca dan puluhan komentator di
SINI. [caption id="" align="aligncenter" width="455" caption="Warga Riau bertahan dalam bekapan Kabut Asap (sumber twitter @pekanbaruco)"]
[/caption] Riau sempat tertutup asap selama kurang lebih dua bulan karena bencana kebakaran hutan yang terjadi di hutan Sumatera. Bahkan bencana asap akibat kebakaran hutan ini sampai di negeri jiran Malaysia dan Singapura yang diduga melibatkan perusahaan besar yang mengelola lahan sawit di Riau. Akibat bencana tersebut aktivitas di Riau nyaris lumpuh. Beberapa sekolah dan kampus terpaksa harus diliburkan karena bahaya asap yang bisa saja membahayakan warga ketika terhirup. Bahkan ketika warga berada di dalam rumah sekali pun ancaman penyakit membahayakan masih bisa saja terjadi. Menurut pantauan
Achmad Siddik pemerintah dianggap terlalu lamban mengatasi bencana ini, warga harus terpaksa berjuang selama kurang lebih 2 bulan bermandikan asap dan ancaman dari bahaya penyakit yang menyerang pernapasan. Warga bahkan harus menggalang aksi di social media agar pemerintah lebih cepat tanggap mengatasi bencana ini. Bagaimana kritisnya kondisi Riau pada saat itu, anda bisa simak artikel yang mampu meraih lebih dari 3.000 pembaca ini di
SINI. [caption id="attachment_389669" align="aligncenter" width="414" caption="Pohon Trembesi biasa berada di perumahan elite (Kompasiana/Kevinalegion)"]
[/caption] Siapa yang tidak menginginkan suasana rumah yang asri. Prinsip inilah yang membuat sebagian developer perumahan menyajikan suasana perumahan dengan kondisi tersebut melalui penanaman pohon-pohon yang mampu membuat suasana rindang. Pohon Trembesi menjadi salah satu cara penghijauan tercepat. Hanya membutuhkan waktu 3-5 tahun, pohon ini dapat tumbuh dengan cepat dan membuat suasana di sekitar pohon menjadi teduh. Namun di balik kebiasaan developer menanam pohon trembesi ini, menurut Kompasianer
Sony Hartono pohon ini ternyata juga menimbulkan dampak yang negatif. Pohon trembesi akan lebih menyerap air tanah lebih banyak, dan pohon ini yang ternyata mampu merusak badan jalan karena akarnya yang kuat, dahan pohon ini juga bisa dibilan rentan patah, dan menurutnya pemerintah harus mengkaji ulang kebiasaan penghijauan dengan cara menanam pohon ini karena ternyata biaya pemeliharaannya yang justru akan memakan biaya yang tidak sedikit. Simak penjelasan lengkapnya di
SINI. [caption id="" align="aligncenter" width="414" caption="Sistem Tanam Vertikultur bagi Tanaman Organik (blog.umy.ac.id)"]
[/caption] Sistem cara penanaman ini sungguh menarik, menggunakan lahan yang lebih sedikit, hanya membutuhkan beberapa pipa pvc yang disusun bertingkat dan dapat dialiri air yang berasal dari pompa air mini. Sistem ini dianggap pas di lahan perkotaan yang minim lahan terbuka, dan perawatannya yang jauh lebih mudah, dan tentunya hasil panen yang akan lebih sehat karena tidak mengandung senyawa kimia. Menurut Kompasianer
Yesica Manurung cara ini walaupun bisa dikatakan jauh lebih mudah dari cara penanaman konvensional, perawatan tetap perlu dilakukan secara berkala setiap hari. Anda dapat simak ulasan lengkapnya kembali di
SINI. [caption id="attachment_347430" align="aligncenter" width="429" caption="Kemiringan bumi menyebabkan gerak semu matahari (sumber: Ahrens)"]
[/caption] Pada bulan Oktober 2014, di Indonesia suhu sedang meningkat di puncaknya, suhu tinggi tersebut diperkirakan ada di kisaran angka 39-40 celcius. Menurut pantauan Kompasianer
Nyayu Fatimah Zahroh fenomena ini tak perlu dikhawatirkan karena fenomena ini memang terjadi di setiap tahunnya. Fenomena ini juga disebabkan karena
gerak semu matahari sedang bergerak dari ekuator ke belahan bumi selatan dan berada di atas pulau jawa yang berada di selatan ekuator. Langkah meminimalisir suhu tersebut juga bisa dilakukan dengan cara 3R (reuse, reduce, recycle). Simak penjelasan lengkapnya yang hampir menyentuh angka 3.000 pembaca di SINI. [caption id="" align="aligncenter" width="422" caption="Kerusakan tanah dan tanaman akibat penggunaan pupuk kimia (marno.lecture.ub.ac.id)"]
[/caption] Penggunaan pupuk memang tak pernah lepas dari namanya proses penanaman, proses pemupukan diharapkan mampu meningkatkan jumlah hasil pertanian ataupun perkebunan. Namun, bahayanya ketika proses pemupukan dilakukan menggunakan pupun berbahan kimia, walaupun bisa dibilang lebih instan dalam mempercepat proses penanaman, pupuk kimia lebih banyak andil sebagai pengrusak struktur tanah, yang jika sudah parah tanah tersebut tidak dapat lagi ditanami. Menurut Kompasianer
Charisma Rahma bahaya dari penggunaan pupuk kimia bisa makin memperparah kondisi tanah karena pupuk kimia ini menjadikan tanah menjadi ketergantungan terhadap pupuk kimia. Simak ulasan lengkapnya di
SINI. [caption id="attachment_329187" align="aligncenter" width="410" caption="PRJ Monas, Miris Karena Sampah | foto by widikurniawan"]
[/caption] PRJ tandingan bentukan pemprov DKI Jakarta adalah bentuk aksi untuk rakyat dimana PRJ yang digelar di JIEXPO dianggap sebagai pestanya rakyat kaya, bukan pestanya seluruh warga Jakarta. Maka dari alasan inilah Pemprov DKI Jakarta yang pada saat itu masih dipimpin bapak Joko Widodo mengajak seluruh rakyatnya berpesta secara cuma-cuma dengan mendatangkan beberapa hiburan khas betawi dan makanan murah ala betawi. Rencana ini disambut dengan antusiasme yang besar dari masyarakat, pesta yang digelar selama sepekan ini ternyata malah menimbulkan polemik tersendiri. Pesta yang digelar khusus untuk rakyat ini meninggalkan catatan buruk dan harus ternoda dengan berserakannya sampah-sampah di lokasi acara. Menurut Kompasianer
Widi Kurniawan pengelolaan sampah sepanjang acara PRJ Monas sangat buruk, dipicu juga dengan kebiasaan para pedagang dan para pembeli yang membuang sampah sembarangan ini semakin memperparah masalah. Tulisan yang ditulis di akhir acara PRJ Monas pada bulan juni menarik perhatian pembaca hingga menyentuh angka lebih dari 2.000, anda bisa simak catatan PRJ Monas selengkapnya di
SINI. [caption id="" align="aligncenter" width="410" caption="Credit: AP/Chris"]
[/caption] Apa yang lebih ditakutkan penghuni kota Jakarta dari banjir. Bencana yang hampir datang setiap tahunnya seakan tidak ada solusinya, berbagai ide dan gagasan telah dicoba pemprov DKI Jakarta namun bencana tersebut selalu datang setiap tahunnya di beberapa wilayah. Puncaknya adalah ketika Bundaran H.I harus ikut tergenang banjir selama kurang lebih sepekan lamanya. Banyak pengamat yang memprediksi jika DKI Jakarta tidak segera berbenah diri untuk memperbaiki sistem
drainasenya bukan tidak mungkin ibukota negara Indonesia akan tenggelam di beberapa puluh tahun kedepan. Menurut tulisan yang diulas Kompasianer
Ben Baharuddin Nur Jakarta masuk kota dengan dataran rendah, dan jika lapisan es di
Greenland mencair, bukan tidak mungkin seluruh daratan di Jakarta akan tergenang banjir. Simak analisa lengkapnya yang mampu meraih 28 voters di
SINI. [caption id="attachment_297508" align="aligncenter" width="434" caption="Salah satu Jalan di Simpang Lima Gumul Kediri | FOTO: Yosafati Gulo"]
[/caption] Pada 13 Februari 2014, Gunung Kelud memuntahkan segala isi bumi. Letusan gunung tersebut menyebabkan hujan abu di kota-kota sekitar yang mengitari Gunung Kelud, walaupun seusai meletus gunung tersebut hanya mengeluarkan abu vulkanis, abu tersebut membanjiri wilayah-wilayah sekitar salah satunya kota Kediri. Di sisi lain bencana ini bisa menjadi berkah karena pasir yang dikeluarkan dari abu vulkanis dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Namun karena jumlahnya yang terlalu banyak, pengurangan yang juga dibantu dengan air hujan ini masih kurang signifikan. Menurut laporan dari Kompasianer
Yosafati Gulo seluruh jalan di Kediri masih susah dibersihkan walaupun sudah diusahakan disapu ke pinggir jalan. Laporan yang ditulis pada bulan Februari ini mampu meraih hampir 2.000 pembaca, dan anda bisa membaca kembali laporan selengkapnya di
SINI. [caption id="" align="aligncenter" width="432" caption="Dok. Ngesti Setyo Moerni"]
[/caption] Kali ini di kanal green, ada tips yang sangat bermanfaat dari Kompasianer
Ngesti Setyo Moerni. Tips ini mengajak dan menginformasikan kepada anda, bahwa menanam pohon nangka bisa dilakukan hanya melalui media pot dan juga dapat berbuah dengan lebat. Teknik yang biasa disebut Tambulapot yang kepanjangan dari Tanam Buah dalam Pot ini h
anya membutuhkan media tanam, air, matahari, dan juga menggunakan styrofoam agar air yang berada di dalam pot tidak menggenang yang dapat menggangu kesehatan tanaman. Tertarik untuk mencoba tips ini dirumah? Anda bisa simak langkah-langkahnya di SINI. [caption id="attachment_338604" align="aligncenter" width="436" caption="Salah satu pohon Baobab di Perpustakaan Pusat UI ketika baru diletakkan. (dhanusoftware.blogspot.com)"]
[/caption] Pohon Raksasa Baobab ini menjadi ikon tersendiri ketika kita mengunjungi Universitas Indonesia. Pohon yang ternyata daunnya bisa menjadi lalapan saat makan ini diprediksi usianya sudah mencapai 160 tahun. Bahkan menurut ulasan Kompasianer
Aljohan, diduga pohon tertua disini telah berusia 700 tahun dan ditanam sejak masa
peninggalan penduduk setempat yang memperoleh bibit yang dibawa pedagang dari Timur Tengah. Semenjak dipindahkan posisinya demi penelitian dan keperluan riset, konservasi pohon tua dan juga menjadikan pohon raksasa Baobab sebagai tanaman produktif. Namun semenjak dipindahkan tersebut pohon Baobab terlihat seperti kurang terawat dan juga batang pohonnya semakin mengecil dan kurus. Ulasan yang ditulis pada bulan Mei ini bisa anda simak kembali di SINI. [caption id="" align="aligncenter" width="464" caption="Lampu LED-biru hasil pengembangan Shoji Nakamura, Hiroshi Amano, dan Isamu Akasaki. (io9.com)"]
Lampu LED-biru hasil pengembangan Shoji Nakamura, Hhiroshi Amano, dan Isamu Akasaki. (io9.com)
[/caption]
Light emitting diode, teknologi yang sebenarnya tidak baru namun baru saja dikembangan di tahun 90-an ini bisa dianggap inovasi teknologi yang paling efisien. Konsumsi lampu LED bisa dibilang lebih hemat jika dibandingkan dengan lampu pijar, dan tentunya umur lampu LED yang sangat jauh lebih panjang menjadi alasan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini menyarankan untuk penggunaan lampu ini di rumah warga. Di balik kelebihan dari lampu LED, ternyata masih banyak kekurangan yang bisa menjadi pertimbangan di beberapa lokasi tertentu. Menurut ulasan Kompasianer
Fandi Sido , lampu LED masih belum direkomendasikan untuk wilayah yang memiliki suhu panas cukup tinggi, karena sifat LED yang tidak tahan dalam suhu tinggi. Namun bagaimana perkembangan lampu yang bisa dibilang lebih ramah lingkungan ini, anda bisa simak kembali ulasannya di
SINI. * * *
Itulah ke-14 artikel di kanal Green yang berhasil menarik perhatian pembaca dan mendapatkan respon yang cukup positif sepanjang tahun 2014. Bumi ini milik kita, kita sebagai penghuni, pengguna, juga wajib melestarikannya agar bumi tetap terjaga kondisinya. Kalau bukan kita yang jaga, siapa lagi? (KEV)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Catatan Selengkapnya