Mabes Polri melakukan semangat pemberantasan korupsi itu seharusnya mendapat dukungan dan apresiasi secara positif oleh semua komponen bangsa. Jangan malah ada yang risau dan mempermasalahkan, bahkan menafsirkan sebagai bentuk kegaduhan hukum di tengah keterpurukan ekonomi saat ini.
 Sebagai bagian dari komponen bangsa, penulis sangat mendukung agar aparat kepolisian terus bergerak maju untuk memberantas korupsi dari sisi hukum. Walaupun kita tahu, menangkap koruptor ibarat menangkap belut, sangat sulit karena mereka mempunyai pelicin yang tidak mudah ditangkap dengan tangan biasa.
Dalam tulisan ini, penulis tidak mempersoalkan gaduh atau tidak gaduhnya pemberantasan korupsi dari sisi kekebalan hukum yang ada. Penulis sebagai praktisi pendidikan, berpendapat bahwa memberantas korupsi hukumnya wajib. Penulis ikut menyuarakan untuk pemberantasan korupsi dari sisi sosial, pendidikan dan spiritual keagamaan. Setidaknya, penyebaran pesan moral melalui pendidikan karakter jujur untuk disampaikan kepada siswa, mahasiswa, dan generasi muda Indonesia agar tidak mengikuti jejak orang tua yang saat ini menjadi pelaku koruptor.
Rangsangan untuk Memiliki
Korupsi adalah masalah laten, yang tumbuh pada setiap titik bidang yang bersentuhan dengan anggaran (dana) pembangunan. Bagi pemegang kekuasaan yang di depan matanya ada jumlah uang milyaran atau trilyunan, tentu saja ada rangsangan untuk memilikinya. Hal tersebut karena berkaitan dengan perilaku manusia, yang secara psikologis akan tergoda kalau manusia di depan matanya ada uang dan harta yang melimpah, walaupun itu bukan miliknya. Kondisi tersebut sesuai dengan teori Behaviorisme yang dikembangkan Pavlov.
Eksperimen Ivan  Pavlov di bidang psikologi dimulai ketika ia melakukan studi tentang pencernaan anjing. Dalam percobaan terhadap anjing tersebut, ia menemukan bahwa subyek penelitiannya akan mengeluarkan air liur ketika melihat makanan. Selanjutnya ia mengembangkan dan mengeksplorasi penemuannya dengan mengembangkan studi perilaku (behavior study) yang dikondisikan, yang kemudian dikenal dengan Classical Conditioning.
Korupsi muncul pada diri manusia sangat erat kaitannya dengan kondisi perilaku seseorang. Perilaku seseorang melakukan korupsi, karena terangsang adanya sesuatu (uang dan benda) yang ada didekatnya, dan ada berkesempatan untuk melakukan, walau sejatinya mereka tahu itu bertentangan dengan hati nuraninya.Â
Seseorang terangsang untuk melakukan korupsi, karena ada perilaku atau karakter tidak jujur pada diri sendiri. Rangsangan untuk memiliki sesuatu yang tidak haknya tersebut, lantaran tidak mampu untuk mengendalikan diri, baik secara individu maupun kelompok dalam satu komunitas yang sama-sama tidak jujur.
Ciri Ketidakjujuran
Menurut Hartati, (2006) beberapa ciri-ciri korupsi yakni: Pertama; Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Kedua; Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia Ketiga; Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Keempat; Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik atau umum. Kelima; Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan
Dari cirri-ciri tersebut, kata kuncinya ketidakjujuran pada diri sendiri dan sikap mental yang rusak, serta iman keagamaan yang lemah. Ketidakjujuran yang dilakukan para koruptor adalah bentuk karakter jahat yang secara intrinsik melekat pada seseorang, yang pada hakekatnya berseberangan dengan tatanan hukum ketatanegaraan dan nilai-nilai agama yang diyakininya.