Menjadi Pahlawan Pemberantas Korupsi
Oleh Maswan
Menurut Oxford Concise Dictionary – Tenth Edition, pahlawan adalah orang yang dikagumi karena keberanian dan prestasi-prestasinya yang menonjol. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Atau seorang pejuang yang gagah berani.
Disebut pahlawan ada konotasi makna terselip unsur kebenaran yang diyakini. Di satu sisi ada keberanian dan pengorbanan di sisi lain. Pahlawan berjuang karena meyakini kebenaran yang dianutnya. Demi kebenaran itu mereka berjuang dengan gagah berani. Demi kebenaran itu juga, mereka rela berkorban – jiwa-raga dan segala.
Pada jaman sebelum kemerdekaan Indonesia, keberanian dan pengorbanan seseorang untuk melawan penjajah jelas disebut pahlawan nasional. Tanggal 10 November 1945 dijadikan sebagai hari Pahlawan Nasional adalah sebagai peringatan tahunan untuk mengenang Pertempuran Surabaya, di mana pasukan-pasukan pro kemerdekaan Indonesia bersama para milisi bertempur melawan pasukan Inggris dan Belanda sebagai bagian dari Revolusi Nasional Indonesia.
Lantas sekarang kita sudah merdeka, dan dalam era pembangunan ini apa yang kita perjuangkan demi hak hidup orang banyak? Untuk menuju pencapaian Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera masih membutuhkan banyak pahlawan. Kita masih harus melawan diri sendiri dalam genggaman korupsi untuk mengangkat martabat bangsa dari cengkeraman kemiskinan. Era pengisian kemerdekaan ini, musuh kita yang paling berat adalah memberantas korupsi dan mengentaskan kemiskinan.
Korupsi dan Kemiskinan
Dua permasalahan nasional antara korupsi dan kemiskinan merupakan paradok (bertentangan), namun selalu bersinggungan dan terjadi kausalitas. Kemiskinan tidak kunjung teratasi, karena pemberantasan korupsi tidak kunjung tuntas. Selama koruptor masih bercokol di negeri ini, maka pengentasan kemiskinan juga mengalami hambatan yang terus berkepanjangan.
Menurut Choirul Mahfud, dalam tulisannya berjudul Jihad Lawan Korupsi dan Kemiskinan, JP (1/10/2007), menyebutkan   jika asumsi bahwa kemiskinan diakibatkan oleh penyakit korupsi, bisa dibayangkan betapa Indonesia akan bebas dari penyakit kemiskinan ketika benar-benar korupsi bisa diberantas atau setidaknya ditekan hingga ke titik yang bisa ditoleransi.
Sikap mental koruptor, selamanya tidak memahami nasib orang miskin. Hak-hak orang miskin dirampas untuk kepentingan dirinya sendiri. Dana pembangunan yang seharusnya untuk kepentingan orang banyak dirampok dan dimanipulasi untuk memperkaya diri dan keluarganya.
Menurut UU No.31 Tahun 1999, orang yang disebut korupsi adalah setiap orang yang dengan sengaja  secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Seseorang disebut korupsi karena tingkah laku yang meyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, di mana untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi, demikian Robert Klitgaard menyebutnya.
Penyimpangan tugas resmi jabatan yang dilakukan oleh koruptor, menjadikan negara mengalami kerugian milyaran atau bahkan trilyunan. Kalau negara dirugikan, pada hakekatnya adalah merugikan rakyat banyak, dan termasuk di dalamnya adalah orang-orang miskin. Kemiskinan terjadi yang dialami oleh kebanyakan masyarakat, sebenarnya tidak semata dipengaruhi oleh sikap mental tidak mau bekerja keras, tetapi juga ada campur tangan dari penguasa yang korup.
Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995), menyimpulkan bahwa kemiskinan dapat terjadi akibat sistem ekonomi yang berlaku karena yang kuat menindas yang lemah, tidak adanya sumber pendapatan yang memadai bagi golongan yang bersangkutan, struktur pemilikan, dan penggunaan tanah, pola usaha yang terbelakang, dan pendidikan angkatan kerja yang rendah.
Penindasan dari orang yang kuat terhadap yang lemah, mengakibatkan deret kemiskinan terus berkepanjangan. Tingkat kemiskinan yang terus berlanjut, mengakibatkan masalah-masalah lain muncul, yaitu keterbelakangan dan tingkat pendidikan yang rendah. Ini ibarat lingkaran setan yang sulit diputus talinya.
Dibutuhkan Pahlawan
Terkait dengan korupsi dan kemiskinan yang terus ada dalam kehidupan kita ini, semoga kita tidak bosan dan lelah berbicara masalah tersebut serta upaya pemberantasannya. Semangat untuk berjuang pemberantasan korupsi dan mengentaskan kemiskinan dengan sikap tegas, berani dan tanpa pamrih. Kita berupaya untuk menjadi pahlawan, seperti yang diperjuangkan oleh pendahulu kita. Sebab, korupsi dan kemiskinan di negeri ini seperti tidak pernah berkurang, baik dari sisi jumlah maupun kasus yang terjadi dari tahun ke tahun.
Sepuluh November ini, momen penting untuk menapak tilas para pahlawan melawan penjajah. Sebagai refleksi diri, mari kita melakukan jihat melawan korupsi, menjadi pahlawan untuk memberantas korupsi yang bercokol di semua birokrasi. Semoga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan seluruh penegak hukum menjadi pahlawan Indonesia sebagai pembersih korupsi di negeri ini. Kita berharap dengan hilangnya korupsi, hilang pula keemiskinan di lapisan masyarakat Indonesia.
Â
Penulis, Dosen Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara Jawa Tengah, Mahasiswa S3Â Universitas Negeri Semarang (Unnes)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H