Mohon tunggu...
Aprisna Hantari Butarbutar
Aprisna Hantari Butarbutar Mohon Tunggu... -

persahabatan akan membuat hidup menjadi berwarna. hidup sahabat..... hidup sahabat.....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bekerja Bukan Beban, namun Sukacita.

12 Mei 2015   09:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:08 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah gemericik hujan yang turun di kawasan Wisata Suroloyo, Kulon Progo, tampak seorang wanita menggunakan baju berlengan pendek, berwarna orange, celana dengan panjang selutut sedang sibuk dengan tugas yang sehari-harinya ia kerjakan. Ia sedang sibuk memasaka untuk dijajakan sebagai barang dagangan kepada pengunjung yang datang ke tempat tersebut. Dibalik kesibukannya, tampak wajah yang bersahaja dan rama tama. Ia menyapa pengunjung yang lewat, tak peduli pengunjung membeli atau tak membeli sama sekali, ia tetap berlaku ramah pada semua pengunjung.

Wanita kelahiran 35 tahun silam itu bernama Maryam, merupakn ibu dari seorang anak perempuan bernama Amel (3 tahun) hasil pernikahannya dengan seorang pria bernama Sukardi (33 tahun). Menurutnya, ia baru 2 tahun berjualan di tempat itu. “saya baru 2 tahun mbak jualan di ruko inni, sebelumnya saya berjualan di bawah, tapi harus pindah karena longsor, kemudian pindah ke Barat, namun sepi pengunjung akhirnya pindah ketempat ini” ucapnya sambil tersenyum lebar.

Di kawasan wisata puncak ini, terdapat 7 orang pedagang termasuk ibu Maryam. Pendapatan Maryam sangat bergantung pada hasil penjualannya sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Sementara suaminya bekerja sebagai petani yang penghasilannya musiman. Keramaian pengunjung menjadi hal yang sangat berarti baginya. Keindahan alam dengan panorama allam yang sangat indah dan menabjubkan, menjadikan puncak ini sebagai tempat tujuan wisata yang dapat menghilangkan penat dari rutinitas sehari-hari. Menurut Ibu Maryam,, pendapatannya per hari mencapai Rp. 200. 000. Hal itu juga ia dapat jika banyak pengunjung, jikalau pengunjung sepi ia hanya membawa pulang uang sebanyak Rp. 100. 000. “kalau rame bisa bawa pulang uang Rp. 200. 000, kalau sepi hanya Rp. 100. 000, pengunjung tempat ini kan kebanyak anak-anak muda, jadi kadang mereka itu hanya numpang duduk, gak beli apa-apa” ucapnya.

Profesi Ibu Maryam dan teman-temannya di kawasan tersebut, justru mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Pemerintah membangun ruko yang di tempati Maryam berdagang. Sebagai percobaan awal, Ibu Maryam dan teman-temannya mendapatkan percobaan awal, yakni dengan berjualan di ruko tersebut tanpa biaya uang sewa. Namun, ketika tempat ini nantinya semakin ramai penduduk dan dagangannya laku, maka pemerintah akan memberlakukan sistem kontrak bangunan ruko tersebut pada Ibu Maryam dan teman-temannya. Tidak hanya ruko, pemerintah juga memberlakukan retribusi masuk dan parkiran. Hal ini, guna membantu masyarakat setempat. Walaupun demikian ia selalu bersyukur dan bersyukur bahkan ia tak pernah menganggap pekerjaannya sebagai beban. “bekerja bagi saya bukanlah menjadi sebuah beban tapi sebagai sukacita” ucapnya.

Ibu Maryam dan teman-temannya mengaku sangat bersyukur dengan bantuan pemerintah, walaupun nantinya, ia tahu akan di berlakukan sistem kontrak pada ruko yang ia gunakan saat ini jika pegunjung semakin ramai dan dagangannya laris oleh pengunjung. Ia selalu bersyukur setiap harinya, walaupun kadang ia hanya memabwa pulang uang sedikit. Dan ia selalu bersyukur dan berterimakasih pada Tuhan dan juga pada pemerintah yang sudah memberikan ruko semantara, walaupun pada akhirnya nanti akan meyewa.

Di era sekarang ini, dengan daya persaingan yang tiggi, Ibu Maryam tidak memiliki pilihan lain. Pendidikan terakhirnya yang terbilang cukup rendah, membuatnya sulit untuk mencari pekerjaan lain. Walaupun dengan penghasilannya yang pas-pasan, ia tetap bertahan dalam pekerjaannya demi anak semata wayangnya dan suaminya. Tak terbayangkan olehnya, jika ia harus kehilangan pekerjaannya sekarang ini dantak terbayangkan olehnya jika pemerintah juga tidak memberikan bantuan ruko tersebut, yang usia ruko masih terbilang sangat muda, berkisar 6 bulanan tersebut. Sebelumnya ia, hanya ikut suami sebagai petai, yang pendapatannya hanya musiman yaitu jikalau hari panen saja. Namun baginya, semua yang dilakukan atas dasar ikhlas akan memiliki manfaat bagi orang lain. Tak mengenal hujan, atau bahkan di saat sakit pun ia akan berusaha bekerja semaksimal mungkin selama ia bisa melakukannya.

Harapan Ibu Maryam, “semoga, pengunjung yang datang semakin banyak dan memadati tempat ini dan juga semoga usaha dagang saya dan teman-teman semakin maju dan lancer kedepannya”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun