KOMPAS.com - Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Luhut Binsar Pandjaitan menggelar rapat online bersama sejumlah epidemiolog, Kamis (4/2/2021).
Salah satu epidemiolog yang ikut serta dalam rapat tersebut adalah Pandu Riono, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI).
Dalam twit-nya, Pandu menuliskan, akhirnya diajak rapat untuk pertama kali oleh pemerintah untuk membahas pandemi Covid-19 di Indonesia.
Saat dikonfirmasi, Pandu mengaku senang telah diundang dan memberikan sejumlah pandangannya kepada pemerintah.
"Saya senang sekali adanya pertemuan ini. Ya pokoknya kalau saya itu memberi kritikan dan masukan, jadi satu lah," ujar Pandu kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (4/2/2021).
Baca juga: Varian Baru Corona Sampai ke Negara Tetangga, Bagaimana di Indonesia?
Peran masyarakat dalam penanganan pandemi
Pandu mengatakan, salah satu hal terpenting yang perlu dilakukan pemerintah adalah menempatkan masyarakat sebagai subjek penanganan pandemi.
Masyarakat, kata Pandu, adalah garda terdepan dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini.
"Bukannya dokter atau pemerintah. Jadi kalau ada masyarakat yang kurang disiplin dan sebagainya itu bukan salahnya masyarakat. Karena selama ini masyarakat tidak pernah diajak sebagai subjek. Masyarakat yang ada di akar rumput itu mereka harus diajak," kata Pandu.
Ia juga menekankan, pergerakan masyarakat harus diperketat.Â
"Ya harus diketatkan gitu loh. Selama ini kan pemerintah akhirnya mengakui kalau liburan itu berdampak pada peningkatan kasus," jelas Pandu.
"Padahal, sejak libur Lebaran tahun lalu, kami sudah minta supaya mudik dilarang, ya memang dilarang tetapi tidak diimplementasikan dengan baik. Gambaran kasusnya ya sekarang ini, akumulatif sehingga tidak terkendali," lanjut dia.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan pemerintah adalah membangun sistem surveilans yang kewenangannya di bawah kendali Kementerian Kesehatan.
Adapun surveilans itu di antaranya, yakni testing, lacak, dan isolasi yang harus dilakukan secara optimal.
"Selama ini kan tidak diterapkan secara optimal. Mungkin saja menteri sebelumnya tidak kompeten, saya bilang gitu. Nah sekarang kita harus membangun sistem, sistem surveilans yang baik," kata Pandu.
Baca juga: Soal Program Jateng di Rumah Saja, Ini Tanggapan Epidemiolog...
Sejumlah masukan
Dicky Budiman, epidemiolog dari Griffith University, Australia, juga turut hadir dalam pertemuan virtual dengan Luhut.
Dicky mengaku memberikan sejumlah masukan dalam pertemuan tersebut.
Pertama, deteksi dini aktif dan masif.
"Kemudian, klinik demam di tingkat layanan primer, 3T, isolasi karantina secara terpusat dan 5M," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/2/2021).
Kedua, penguatan respons tingkat komunitas, prinsip bottom up yang berarti dari, oleh, untuk masyarakat, kader kesehatan, serta dukungan pemerintah pusat dan daerah.
Selanjutnya, diversifikasi vaksin.
"Vaksinasi mandiri perlu kajian yang matang, lalu proteksi kelompok rawan atau komorbid," papar Dicky.
Keempat, lanjut dia, adalah kemandirian suplai rapid test antigen, alat pelindung diri, dan lainnya dengan berbasis produk lokal.
Dicky juga menyarankan untuk mencegah kasus impor dengan screening dan karantina selama 14 hari.
Saran berikutnya, proteksi dan dukungan terhadap tenaga kesehatan dan pekerja pelayanan publik.
"Penguatan komitmen dan konsistensi kebijakan pengendalian fokus kesehatan," kata Dicky.
Baca juga: Mengapa Kasus Covid-19 di Indonesia Bisa Tembus 1 Juta? Ini Kata Epidemiolog
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H