JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, tsunami yang terjadi di Selat Sunda, Sabtu (22/12/2018) sulit diprediksi.
Hal itu dikarenakan Indonesia tidak memiliki sistem peringatan dini tsunami yang dibangkitkan oleh longsoran bawah laut dan erupsi gunung merapi.
Tidak adanya sistem peringatan dini itu menyebabkan masyarakat tidak punya kesempatan untuk evakuasi diri lantaran tak menyadari ancaman bencana yang akan terjadi.
"Sehingga proses yang terjadi tiba-tiba tidak ada evakuasi, masyarakat tidak ada kesempatan evakuasi. Beda dengan tsunami yang dibangkitkan gempa bumi," kata Sutopo di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa (25/12/2018).
Baca juga: Sehari Sebelum Tsunami, Ayah Dylan Sempat Cegah Putrinya Susul Ifan Seventeen
Sutopo menerangkan, tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi tektonik lebih mudah diprediksi. Sebab, Indonesia memiliki sistem peringatan dini tsunami jenis tersebut, meskipun saat ini keberadaannya banyak yang rusak.
Berdasarkan sejarah catatan tsunami di Indonesia, sebanyak 90 persen tsunami dibangkitkan oleh gempa bumi. Sementara 10 persen dibangkitkan oleh longsor bawah laut dan erupsi gunung api.
Menurut Sutopo, berdasar hasil penelitian, sebenarnya masih ada waktu sekitar 24 menit bagi masyarakat untuk melakukan evakuasi pascaletusan Gunung Anak Krakatau.
"Berdasarkan hasil penelitian, ada tenggat waktu 24 menit, dari longsor, memicu tsunami, perjalanan (air laut) tsunami sampai menghantam pantai. Itu ada 24 menit," ujar Sutopo.
Baca juga: Bantu Korban Tsunami Selat Sunda, ACT Sumsel Lakukan Penggalangan Dana
Namun, karena gejala tsunami itu tidak didahului dengan proses penyurutan air laut sebagaimana gejala tsunami yang dipicu gempa bumi membuat masyarakat tak melakukan evakuasi.Â
Ke depannya, sosialisasi terkait kebencanaan, khususnya masyarakat pesisir, perlu ditingkatkan.
Warga yang tinggal di sekitar Gunung Anak Krakatau diimbau untuk segera mengungsi ke tempat yang lebih tinggi jika mendengar letusan yang terbilang besar. Suara letusan gunung yang besar bisa sebagai peringatan dini potensi tsunami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H