JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek reklamasi atau pembangunan pulau buatan di pesisir utara Jakarta merupakan salah satu persoalan yang menjadi buah bibir masyarakat selama beberapa tahun terakhir.Â
Persoalan itu semakin santer dibicarakan ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut izin pembangunan proyek reklamasi pada September 2018.
Proyek reklamasi sendiri bukanlah sebuah hal yang baru. Berdasarkan penelusuran Kompas.com, setidaknya ada puluhan negara yang "menyulap" area perairan mereka menjadi daratan baru.Â
Singapura, negara tetangga Indonesia, merupakan salah satu contohnya. Reklamasi menjadi cara Singapura mengatasi keterbatasan lahan di sana.
Berdasarkan data resmi Pemerintah Singapura, saat ini negara tersebut mempunyai luas 721,5 kilometer persegi. Angka tersebut 140 kilometer persegi lebih luas bila dibandingkan luas daratan Singapura ketika merdeka pada 1965.
Baca juga: Singapura, Kota Termahal Kedua bagi Crazy Rich Asians
Sebetulnya, reklamasi di Singapura bukanlah barang baru. Reklamasi di Singapura pertama kali dilakukan pada 1822 saat Singapura masih berada di bawah kekuasaan Inggris.Â
Reklamasi besar-besaran baru dimulai pada 1966 dan terus berjalan selama 30 tahun lamanya dalam tujuh fase pembangunan. Lantas, bagaimana Pemerintah Singapura memanfaatkan lahan hasil reklamasi?
Salah satu lahan reklamasi yang paling dikenal di Singapura adalah sebuah area yang dinamakan Marina Bay. Marina Bay adalah tempat berdirinya sejumlah destinasi wisata populer seperti Marina Bay Sands, Gardens by The Bay, hingga kincir raksasa Singapore Flyer.
Marina Bay pun menjadi "tuan rumah" berbagai ajang bergengsi setiap tahunnya, seperti balapan Formula One, parade Hari Kemerdekaan Singapura, dan perayaan tahun baru.
Namun, reklamasi di Singapura tak seutuhnya ditujukan untuk kepentingan wisata. Sebagian besar lahan reklamasi diperuntukkan untuk zona residensial dan komersial.
Baca juga: Januari 2019, Orchard Road di Singapura Bakal Bebas dari Asap Rokok
Sebut saja area pesisir timur Singapura yang dibangun sejumlah perumahan yang diestimasikan dapat mengakomodasi 100.000 penghuni. Belum lagi bila ditambah apartemen-apartemen yang kapasitasnya pun berkali-kali lipat banyaknya.
Sebagai area komersil, gedung-gedung perkantoran juga dibangun di sejumlah lahan reklamasi. Namun, hal itu diimbangi juga dengan penyediaan ruang terbuka hijau.Â
Misalnya, East Coast Park seluas 185 hektar yang mempunyai pantai sepanjang 15 kilometer. Di samping itu, reklamasi di Singapura juga ditujukan untuk pembangunan area industri dan pelabuhan.
Reklamasi Jakarta
Lantas, seperti apa pemanfaatan lahan reklamasi di Jakarta? Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan baru-baru ini menyatakan bahwa tiga pulau reklamasi yang sudah terbentuk, yaitu Pulau C, D, dan G akan dikelola oleh salah satu BUMD, yaitu PT Jakarta Propertindo.Â
Hingga 16 Desember 2018, baik Anies maupun Jakpro belum membeberkan secara detail bagaimana Pemprov DKI akan memanfaatkan pulau-pulau tersebut.Â
Anies baru sebatas menyatakan bahwa 65 persen lahan pulau reklamasi akan dimanfaatkan untuk fasilitas publik.
“Sebetulnya, secara total yang akan dikelola oleh Jakpro adalah sekitar 65 persen. Itu akan dikelola oleh Pemprov," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (26/11/2018).
Fasilitas publik yang rencananya dibangun di pulau-pulau tersebut pun masih menjadi misteri.
Baca juga: Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Mengembangkan Pulau Reklamasi
Namun, Anies menyebut beberapa fasilitas yang akan dibangun di sana antara lain pantai publik dan perkampungan nelayan yang terintegrasi dengan pasar ikan dan pelabuhan.
Anies pun sudah mengubah nama Pulau C, D, dan G menjadi kawasan Pantai Maju, Kita, dan Bersama. "Pantainya terbuka dan dipakai berbagai kalangan. Menarik sekali," ujar Anies.
Sementara itu, Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 yang mengatur pelaksanaan reklamasi menyatakan bahwa lahan reklamasi mempunyai beberapa peruntukkan, yaitu perumahan, pelabuhan, perdagangan jasa/pemerintahan, serta ruang terbuka hijau.
Kenyataan yang ada di lapangan, lahan Pulau D hasil reklamasi yang sudah digarap didominasi oleh perumahan mewah serta deretan ruko-ruko mewah.
Baca juga: Perjalanan Panjang Reklamasi Teluk Jakarta, dari Soeharto hingga Anies
Meski demikian, area yang sudah dibangun tersebut hanyalah sebagian kecil pulau karena bagian pulau lainnya masih dalam tahap pembangunan ketika Pemprov DKI Jakarta menyegel proyek-proyek tersebut pada Juni 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H