JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak gagasan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang ingin melarang poligami bagi pejabat negara dan aparatur sipil negara.
Sekretaris bidang Polhukam DPP PKS Suhud Aliyudin menegaskan, poligami merupakan bagian dari syariat Islam yang jelas aturannya. Walaupun bukan merupakan kewajiban bagi semua orang Islam, namun hukum poligami tidak bisa dihilangkan.
Ia juga menegaskan, poligami adalah permasalahan yang sudah selesai dan tak perlu ada perdebatan lagi.
"Jadi kalau mereka angkat soal itu sebagai bahan kampanye mereka, artinya mereka setback. Yang ada hanya kegaduhan yg tidak produktif," kata Suhud saat dihubungi, Jumat (14/12/2018).
Baca juga: PSI Janji Perjuangkan Larangan Poligami bagi Pejabat Publik hingga ASN
Jika PSI menjadikan permaslahan agama, khususnya syariat Islam sebagai isu politik, Suhud menilai hal itu berpotensi mendapat reaksi keras dari umat Islam.
"Kalau mereka ingin mempersoalkan agama, apalagi bukan agama yang dianutnya, harusnya mereka pelajari secara mendalam agar tak terjadi kegaduhan," tambah dia.
PSI sebelumnya berjanji akan memperjuangkan larangan poligami bagi pejabat publik hingga aparatur sipil negara apabila lolos ke parlemen.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum PSI Grace Natalie saat pidato politik bertemakan “Keadilan untuk Semua, Keadilan untuk Perempuan Indonesia” di Acara Festival 11 PSI di Jatim Expo, Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Selasa (11/12/2018) malam.
Baca juga: Sekjen PSI: Kader dan Caleg yang Ketahuan Poligami Akan Dipecat
"Jika kelak lolos di parlemen, langkah yang akan kami lakukan adalah memperjuangkan diberlakukannya larangan poligami bagi pejabat publik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta Aparatur Sipil Negara," kata Grace seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (11/12/2018).
"Kami akan memperjuangkan revisi atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang memperbolehkan poligami," tambah Grace.
Grace mengatakan di tengah berbagai kemajuan, masih ada banyak perempuan mengalami ketidakadilan. Salah satu penyebabnya, kata dia, adalah praktik poligami. Hal ini sesuai hasil riset LBH APIK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H