PARAPAT, KOMPAS.com - Niat Togu Simorangkir untuk menggalang dana kebutuhan delapan Sopo Belajar atau rumah belajar di Desa Simbolon, Kecamatan Palipe, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, begitu kuat.
Pria yang kini sudah menginjak usia 42 tahun itu akan berjalan kaki mengitari Danau Toba sepanjang 305,65 kilometer selama delapan hari ke depan untuk mencari donatur untuk Sopo Belajar.
Perjalanan Togu dimulai pada hari ini, 19 November hingga 26 November. Dalam aksi ini, lulusan S-2 Oxford Brookes University itu menargetkan mampu menggalang dana sebesar Rp 300 juta dengan rincian target donasi senilai Rp 1 juta per kilometer.
Persiapan fisik dan mental pun telah dilakukan Togu sejak jauh hari. Bahkan dalam perjalanan panjang tersebut, nantinya dia dan tim Literasi Nusantara dari Gramedia akan menghampiri satu per satu sekolah di tujuh Kabupaten Sumatera Utara (Sumut) dan membagikan buku serta alat tulis.
Togu mengatakan, rumah baca yang didirikannya sejak sembilan tahun silam di bawah Yayasan Alusi Tao Toba itu telah berhasil memberikan manfaat untuk 2.012 anak pada 2017. Pada 2018, dia kembali menargetkan 3.200 anak bisa menerima manfaat dari Sopo Belajar.
Hati Togu meluap dengan gagasan untuk membangun Sopo Belajar di desa kelahirannya itu karena melihat banyaknya anak-anak yang menghabiskan waktu seusai sekolah dengan hanya berladang. Padahal, menurut dia, seorang anak mempunyai hak untuk belajar meskipun selepas sekolah.
“Kami lebih mengambil jam di luar sekolah untuk memberikan hal positif dengan membaca. Karena hampir seluruh anak sekolah membutuhkan itu, tidak hanya untuk di ladang saja,” kata Togu, Minggu (18/11/2018).
Sempat jadi musuh orangtua
Upaya Togu membangkitkan rumah baca bukan perkara mudah. Dia pun sempat ditentang para orangtua murid lantaran dinilai sering menghabiskan waktu anak mereka tanpa mau membantu pekerjaan di ladang.
Lambat laun, sosialisasi yang terus digencarkan Togu bahwa pendidikan membaca sangat dibutuhkan sedini mungkin. Setidaknya dalam satu hari, Togu menghabiskan waktu sekitar lima jam bersama 15 rekannya untuk mengajarkan anak-anak agar gemar membaca.
“Tahun pertama kita jadi musuhnya orangtua. Bahkan sampai ada kekerasan terhadap anak, karena anaknya tidak membantu di ladang menggembala kerbau. Tetapi melihat perubahan siginifikan anaknya ketika di sekolah, akhirnya orangtua mereka sekarang menerima,” ujarnya.
Minat baca anak di Indonesia dari hasil survei UNESCO memang sangat rendah dibandingkan negara lain. Hal itu, menurut Togu, tak hanya disebabkan karena kurangnya perhatian dari orangtua. Namun minimnya buku pendidikan di lokasi terpencil juga menjadi penyebab hal itu terjadi.
Untuk mengurangi minimnya minat baca anak, Togu pun selalu mengupayakan membagikan buku gratis bahkan rumah belajar keliling.
"Sederhananya mereka (anak-anak) memiliki aset untuk membaca, tinggal bagaimana kita mengembangkannya,” ucap dia.
Azas Rifai, Public Relations PT Gramedia Asri Media sekaligus tim dari literasinusantara.com, menjelaskan, mereka sangat mendukung apa yang dilakukan oleh Togu karena upaya Togu untuk menggalang minat baca sangat sejajar dengan tujuan dari tim literasi nusantara Gramedia.
“Ide unik dan semangat luar biasa yang ada pada Bang Togu harus ditularkan kepada masyarakat dan penggiat literasi lainnya. Acara ini juga bisa menjadi inspirasi untuk perjuangan meningkatkan minat baca di wilayah lain,” tuturnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H