JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendorong pemerintah Indonesia melaporkan eksekusi tanpa notifikasi Tuti Tursilawati di Arab Saudi kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Perwakilan LBH Jakarta Oky Wiratama mengatakan, pelaporan tersebut didasarkan Pemerintah Arab Saudi yang melanggar Konvensi Wina tahun 1963 dan tidak adanya perubahan sistem hukum yang dapat melindungi pekerja migran Indonesia. Â
"Pekerja migran itu bukan budak. Arab Saudi sejatinya menaati hukum internasional yakni Konvensi Wina tentang hubungan konsuler yang telah diratifikasi mereka," kata Oky di Jakarta, Sabtu (3/11/2018).
Baca juga: Protes Eksekusi Mati Tuti Tursilawati, Massa Pasang Garis Segel di Kedubes Arab Saudi
Selain itu, lanjut dia, Pemerintah Arab Saudi melanggar Konvensi Wina karena tidak adanya pemberitahuan eksekusi Tuti kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di sana.
"Wajib memberikan notifikasi terhadap WNI yang ditangkap, ditahan, atau dieksekusi. Jika tidak, maka melanggar dan hukum internasional harus dipatuhi," ujarnya.
Di sisi lain, pemberian hukuman mati juga tidak layak bagi buruh migran.
Baca juga: Pemerintah Ungkap Penyebab Tak Adanya Notifikasi Eksekusi Mati Tuti Tursilawati
Pasalnya, hal itu melanggar hak untuk hidup dan sudah diatur dalam Kovenan Internasional tentang hak sipil dan politik.
Sementara itu, Risca Dwi dari Lembaga Solidaritas Perempuan menyatakan, kasus eksekusi mati Tuti juga menunjukkan kebijakan negara yang memiskinkan hak perempuan.
Hal itu terjadi lantaran budaya patriarki di masyarakat sekitar maupun tempat kerja.
Baca juga: Sedih Dengar Berita Tuti Tursilawati, Ridwan Kamil Kaji Larangan Warga Jabar Jadi TKI
"Budaya tersebut melahirkan kekerasan dan pelanggaran hak sebagai pekerja," kata Risca.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H