JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah sejak 2017 lalu sudah memberlakukan Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memberikan keadilan kepada masyarakat dalam memperoleh BBM.
Koordinator BBM Satu Harga Pertamina, Zibali Hisbul Masih mengatakan, pemberlakuan kebijakan ini penuh dengan tantangan dan risiko. Khususnya dalam mendistribusikan pasokan BBM ke wilayah-wilayah yang dinilai ekstrem.
"Ada beberapa moda yang kita gunakan dalam mendistribusikan BBM ini. Darat, laut, dan udara. Ada beberapa wilayah yang ekstrem," kata Zibali dalam warkshop di Hongkong Cafe Jln. Sunda No. 5, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/10/2018).
Zibali menuturkan, sebagaian besar wilayah ekstrem untuk pendistribusian BBM satu harga ini berada daerah terluar dan pedalaman. Seperti sejumla kawasan Provinsi Papua dan daerah lain.
Baca juga: Pemerintah Pamer Keberhasilan Implementasi BBM Satu Harga di Papua
"Ini sangat berat dan sagat menantang," ungkapnya.
Ia menyebutkan, salah satu lokasi di wilayah Papua sangat susah dilalui atau diakses jika terjadi hujan dalam pendistribusian BBM. Jalan yang kurang bagus akan berubah menjadi lumpur ketika diguyur hujan. Meskipun demikian, dalam beberapa bulan terakhir pihaknya gencar menerapkan atau merealisasikan BBM satu harga.
"(Selain itu) tatangan penerapan BBM satu harga gangguan cuaca. Kemudian keberadaan pengecer," sebutnya.
Dia mengatakan untuk pengecer, sering membeli BBM dengan jumlah banyak dan menjualnya kembali kepada masyarakat dengan harga yang relatif tinggi. Kondisi ini sering dipermasalahkan warga karena harganya berbeda.
"Perlu pengaturan kepada pengecer untuk dijual kembali. Ada juga soal konflik sosial atau keamanan," ucap dia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H