Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memaknai "Soempah Pemoeda" dari Mulut dan Perut

29 Oktober 2018   08:00 Diperbarui: 30 Oktober 2018   14:28 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wedang ronde di Kendal, Jawa Tengah.

Sementara wedang ronde aslinya adalah tang yuan, berupa bulatan dari tepung ketan, berisi daging cincang dan kuah kaldu.

Wedang ronde di Kendal, Jawa Tengah. 

Dibawa masuk ke Indonesia oleh imigran Tiongkok, mungkin kurang pas di lidah penduduk lokal yang tidak terbiasa dengan rasa savory (gurih), dimodifikasilah dengan jahe dan gula merah, sementara bulatan dari tepung ketan dibiarkan polos.

Nama "tang yuan" bertransformasi menjadi ronde, dari bahasa Belanda rond – artinya bulat; orang Belanda sering menggunakan sufiks pengecil "tje", rond menjadi rondje; lama kelamaan bertransformasi menjadi ronde.

Sekoteng terdiri dari tiga kata – se ko teng, lagi-lagi dialek Hokkian dari Mandarin shi guo tang, artinya sup sepuluh macam buah.

Bentuk aslinya dulu sepuluh macam buah tentu saja berbeda dengan bentuk sekoteng sekarang yang isinya beragam ada kacang tanah, kolang-kaling dan sebagainya, namun namanya melekat erat sampai sekarang.

Jadi sebenarnya sejak dulu kala sudah terjadi melting pot di Nusantara ini. Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 mengukuhkan kesepakatan dan aklamasi berbangsa bahwa keberagaman itu adalah keniscayaan yang merajut Indonesia sampai dengan hari ini.

Tidak ada saat ini di manapun di seluruh pelosok Nusantara ibu-ibu batal belanja beli tauge di pasar karena pengaruh aseng, atau batal makan bakmi di mal, dan tak seorang pun menyangkal bakpia pathuk adalah oleh-oleh khas Jogja.

Semangkok mi aceh tidak punya agama, tidak ada yang peduli etnis penjual mi ayam lezat di Jakarta, tidak ada yang berpikir etnis dan agama pemilik resto bakmi terkenal di Indonesia. Urusan makanan yang ada enak dan enak sekali.

Diplomasi yang paling ampuh di seluruh penjuru dunia adalah diplomasi melalui mulut dan perut, tidak bakalan ada resistensi apapun. Satu nusa, satu rasa, satu Indonesia, kuliner Nusantara!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun