Secara alamiah proses akulturasi dan hibrida terjadi. Bahasa adalah produk budaya yang pertama mengalami proses tersebut, disusul dengan makanan dan kemudian produk budaya lainnya.
Kuliner menjadi sangat penting karena merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Para perantau yang datang sekali waktu menginginkan makanan seperti yang ada di tempat asalnya.
Tapi tidak selalu bahan-bahan yang dibutuhkan tersedia di negeri baru mereka. Dengan berbagai cara para perantau menyesuaikan diri dengan apa yang ada di tempat baru.
Bahasa dan makanan bersinergi menghasilkan begitu banyak makanan yang sudah jadi identitas Nusantara, yang bahkan banyak di antara kita tidak menyadarinya.
Sebut saja: bakso, bakwan, bakmi, bakcang, bakpia, bakpao, mi, bihun, sohun, teh, wedang ronde, sekoteng, siomay, kuetiau, tauge, laksa, tahu, tauco, pangsit, dimsum, fuyunghai, ngohiong, lumpia/lunpia, kue ku, lapis legit, kecap asin, kecap manis dan masih banyak lagi. Semua itu sudah menjadi identitas kuliner Nusantara.
Jika kita sebut bakpia, dalam pikiran orang pasti: Jogja. Yang paling terkenal memang oleh-oleh “khas” Jogja – Bakpia Pathok. Pathok di sini adalah nama daerah yang dibacanya pathuk.
Bakpia sendiri terdiri dari dua kata "bak" dan "pia". Ini bunyi dialek Hokkian dari kata asli bahasa Mandarin: rou bing yang artinya kue daging.
Kenyataannya sekarang, tak ada satupun bakpia yang berisi daging. Isinya bervariasi, dari kacang hijau, coklat, keju, green tea, capuccino, bahkan durian juga ada.
Sebenarnya bakpia ini bukan khas Jogja, di Malang ada Pia Mangkok, di Bali ada Pia Legong, di Semarang ada Pia Kemuning, yang notabene sama persis dengan bakpia dari Jogja. Tapi kenapa yang di Jogja bernama bakpia? Entahlah.
Yang perlu diluruskan adalah kata "bak" di sini. Menempel di bakso, bakmi, bakcang, bakwan. Arti kata "bak" sering dikonotasikan dengan daging babi, padahal "bak" artinya daging.
Daging sapi dalam dialek Hokkian disebut "gu bak", daging ayam disebut "ke bak". Yang lebih aneh adalah bakwan jagung, bakwan sayur, namanya dengan "bak", tapi tidak ada dagingnya, malahan sayur atau jagung.