KOMPAS.com – Kasus hilangnya jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi saat mendatangi Kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, menyita perhatian dunia internasional.
Khashoggi diketahui memasuki kantor tersebut pada 2 Oktober 2018 lalu untuk mengurus beberapa berkas perceraian dengan istri terdahulunya.
Namun, dia tidak juga kembali hingga tersiar kabar dirinya mengalami penyiksaan hingga dibunuh dengan cara brutal.
Berikut ini 5 fakta seputar sosok jurnalis senior Jamal Khashoggi yang didapatkan dari The Washington Post, New York Times, VoA, dan situs pribadi Jamal Khashoggi.
Awal karier
Khashoggi menamatkan pendidikan Administrasi Bisnis di Indiana State University, Amerika Serikat. Namun, dia malah memulai karier sebagai seorang jurnalis di sebuah koran berbahasa Inggris, Saudi Gazzete pada era 1990-an.
Kemudian, ia menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Arab News sejak 1999-2003. Selanjutnya dia menempati posisi yang sama di koran Al Watan, namun hanya bertahan selama dua bulan.
Namun, pada 2007 ia kembali ditarik ke Al Watan, kali ini sebagai Pemimpin Redaksi selama 3 tahun.
Baca juga: Tulisan Terakhir Jurnalis Saudi Jamal Khashoggi yang Hilang di Turki
Kritikus Pemerintah Arab Saudi
Khashoggi dikenal sebagai jurnalis yang memiliki idealisme tinggi. Ia kerap mengkritik Pemerintah Arab Saudi melalui tulisan-tulisannya.
Tulisan itu misalnya “Yang Paling Dibutuhkan Negara-Negara Arab adalah Kebebasan Bereksresi” dan “Putra Mahkota Saudi Arabia Harus Mengembalikan Martabat Negaranya”.
Dalam sebuah artikel, Khashoggi menyebut dirinya bukan musuh pemerintah dan sangat peduli dengan Arab Saudi.
Bagi dia, Arab Saudi merupakan satu-satunya rumah yang ia tahu dan inginkan.
Konsistensinya dalam memperjuangkan idealisme, membuat Khashoggy banyak dimusuhi. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk melarikan diri ke Amerika Serikat.
Mengungsi
Keputusan Khashoggi untuk pindah ke Washington DC pada musim panas 2017 bukan tanpa alasan. Ia mengungsi dan meninggalkan Arab Saudi untuk menghindari kemungkinan adanya penangkapan.
Keteguhan hatinya untuk tetap mengkritisi pemerintahan Arab Saudi demi terciptanya negara yang lebih baik, berbuntut pada banyak ketidaknyamanan.
Kepindahannya ke Amerika menyusul Pangeran Mohammed yang memulai penindakan antikorupsi di seluruh kerajaan, namun juga memberangus pihak yang dianggap menentang pemerintah.
Baca juga: Jurnalis Arab Saudi yang Hilang Dilenyapkan Pakai Cairan Asam
KolumnisThe Washington Post
Khashoggi terdaftar sebagai salah seorang kolumnis di media internasional yang berbasis di ibu kota Amerika Serikat, The Washington Post. Ia sudah menulis banyak artikel kolom di media itu sejak Maret 2018.
Ia menulis banyak kritikan terhadap Pemerintah Saudi Arabia, yang kebanyakan ditujukan kepada Putra Mahkota, Mohammed bin Salman.
Artikelnya diunggah dalam dua bahasa, yakni Inggris dan Arab. Khashoggi pun bersyukur atas hal ini, karena masyarakat Arab tetap dapat memahaminya dengan mudah.
Menulis tiga buku
Semasa hidupnya, Khashoggi sempat menulis tiga buah buku, yakni Elaqat Hreja (2002) yang membahas hubungan Arab Saudi-Amerika Serikat pasca-kejadian 11 September 2001.
Buku kedua berjudul Ihtalal Asuq Asaudi (2013) yang menyinggung tentang ketergantungan Arab Saudi terhadap buruh tenaga asing.
Buku ketiga terbit pada 2016. Khashoggi menulis buku berjudul Rabea Alarab, Zamen Alekhwan yang membahas tentang musim semi di Arab dan politik Islam.
.
.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H