JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo kesal karena harus turun tangan langsung menangani defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Sekitar sebulan lalu, Jokowi memutuskan pemerintah memberi suntikan kepada BPJS Rp 4,9 Triliun untuk membayar utang ke sejumlah rumah sakit mitra.
Namun kekesalan itu baru diluapkan Presiden dihadapan para pimpinan rumah sakit saat membuka Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di JCC, Senayan, Rabu (17/10/2018).
"Harus kita putus tambah Rp 4,9 Triliun. Ini masih kurang lagi. 'Pak masih kurang. Kebutuhan bukan Rp 4,9 Triliun'. Lah kok enak banget ini, kalau kurang minta, kalau kurang minta," kata Jokowi.
Baca juga: Jokowi: Pemerintah Suntik BPJS Rp 4,9 Triliun, tapi Masih Kurang...
Jokowi meminta Direktur Utama BPJS Kesehatan untuk segera memperbaiki sistem manajemen yang ada.
Jokowi mengakui, menyelenggarakan jaminan kesehatan di negara yang besar seperti Indonesia tidak lah mudah. Namun, jika sistem dibangun secara benar, Jokowi meyakini BPJS bisa terhindar dari defisit keuangan.
"Saya sering marahi Pak Dirut BPJS, tapi dalam hati, saya enggak bisa keluarkan. Ini manajemen negara sebesar kita enggak mudah. Artinya Dirut BPJS ngurus berapa ribu rumah sakit. Tapi sekali lagi, kalau membangun sistemnya benar, ini gampang," kata Jokowi.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga turut menegur Menteri Kesehatan Nila F Moeloek karena presiden harus turun tangan langsung untuk menyelesaikan defisit yang melanda BPJS Kesehatan.
Baca juga: Jokowi: Urusan Utang Rumah Sakit Sampai ke Presiden, Kebangetan!
Padahal, menurut dia, masalah defisit ini harusnya bisa selesai di tingkat kementerian. Ia meminta hal ini tak terulang pada tahun depan.
"Masa setiap tahun harus dicarikan solusi. Mestinya sudah rampung lah di (tingkat) Menkes, di dirut BPJS. Urusan pembayaran utang rumah sakit sampai Presiden. Ini kebangetan sebetulnya. Kalau tahun depan masih diulang kebangetan," kata Jokowi.
RS jangan mengeluh ke publik
Ungkapan kegeraman Jokowi itu langsung disambut riuh dan tepuk tangan dari ratusan pimpinan rumah sakit yang hadir. Selama ini, sejumlah rumah sakit memang sudah kerap kali mengeluhkan utang yang tak kunjung dibayar oleh BPJS Kesehatan.
Namun, Jokowi mengaku sudah tahu mengenai keluhan rumah sakit ini dari inspeksi mendadak yang ia lakukan ke sejumlah rumah sakit. Oleh karena itu, Jokowi meminta rumah sakit tak perlu mengeluh ke media atau publik mengenai persoalan utang BPJS.
Baca juga: Jokowi Minta Dirut Rumah Sakit Tak Mengeluh Utang BPJS di Media
"Saya memang seperti itu. Saya mau kontrol mau cek. Dan suaranya, 'Pak ini utang kita sudah puluhan miliar belum dibayar (BPJS)'. Ngerti saya. Jadi Pak Dirut Rumah Sakit enggak usah bicara banyak di media, saya sudah ngerti," kata Jokowi.
Jokowi mencontohkan saat ia berkunjung ke Bandung, ia mendadak mendatangi Rumah Sakit Hasan Sadikin. Lalu saat di Nabire, Papua, ia juga sempat mendatangi Rumah Sakit Umum Daerah Nabire.
"Tapi saya enggak pernah ngajak yang namanya Bu Menteri Kesehatan dan Dirut BPJS. Enggak. Nanti dirut (rumah sakit) pada takut," kata dia.
Tanggapan BPJS
Direktur BPJS Kesehatan Fahmi Idris enggan menjawab pertanyaan Kompas.com mengenai teguran dari Jokowi.
Saat dihubungi lewat sambungan telpon dan pesan singkat, Kamis (18/10/2018) pagi ini, Fahmi justru meminta Kompas.com untuk mewawancarai Kepala Humas BPJS M Iqbal Anas Ma'ruf. Iqbal memastikan, BPJS memperhatikan teguran yang disampaikan Jokowi kemarin.
"Konteksnya kan bagian dari upaya beliau untuk agar BPJS kesehatan dan stakeholder terkait lebih serius menangani problem yang terjadi dalam JKN," kata Iqbal.
Baca juga: BPJS Kesehatan: Pernyataan Presiden Cambuk bagi Kami
Iqbal memastikan, perbaikan sistem akan dilakukan. Misalnya dengan menata hal-hal yang berkaitan dengan sistem rujukan, hingga mengendalikan biaya pelayanan kesehatan yang tidak efisien.
"Kita melihat dari sisi positifnya ya kaitan dengan pidato presiden dan berharap ini bisa menjadi pelecut semangat kita untuk perbaiki sistem yang ada," kata dia.
Sementara itu, mengenai suntikan dana sebesar Rp 4,9 Triliun dari pemerintah, Iqbal mengakui jumlah tersebut masih kurang. Sejak awal, jumlah yang diajukan BPJS lebih besar dari itu.
"Rp 4,9 Triliun itu sebenarnya waktu RDP sudah kita sampaikan, bahwa kebutuhan hari itu Rp 7,05 Triliun. Tetapi memang dari BPKP untuk menyuntik sekitar Rp 4,9 Trilun dulu katanya," ucap Iqbal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI