Berbeda dengan gempa Aceh tahun 2004 yang memicu tsunami besar dan mekanisme sesarnya naik, gempa Donggala punya mekanisme sesar geser.
Artinya, ada dua lempengan yang berdekatan dan gerakannya mendatar satu sama lain. Berbeda dengan sesar naik di mana ada salah satu yang bergerak vertikal relatif dengan yang lain.
Sesar geser sebesar apapun magnitudonya biasanya tidak akan memicu tsunami besar, kecuali jika diikuti dengan longsoran yang cukup besar akibat getaran gempanya.
Baca juga: Gempa Donggala dan Tsunami Palu Picu Penurunan Tanah hingga 1,5 Meter
Bagaimana Tsunami Terjadi?
Ahli tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, mengatakan, tsunami bisa terjadi karena dua hal.
Pertama, sesar Palu Koro sendiri sepertiganya berada di lautan. Ketika gelombang gempa menjalar sepanjang sesar itu, maka  bagian yang menjorok ke laut ikut bergetar dan memicu tsunami kecil.
Tsunami bisa lebih besar jika ada faktor kedua, yaitu longsoran bawah laut. Longsoran ini bisa terjadi walaupun mekanisme sesarnya geser. Gempa Yogyakarta pada tahun 2006 juga sesar geser tetapi dikuti longsoran di sekitar Prambanan.
Terkait longsoran, Widjo menganggap hal itu masih spekulasi dan diperlukan studi batimetri sesudahnya untuk mengonfirmasi.
Berdampak pada Penurunan Tanah
Peneliti Badan Pengakjian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengungkap lewat pemodelan cepat yang dilakukannya Kamis (28/9/2018) bahwa gempa Donggala memicu penurunan tanah.