Baca juga: OJK Minta Bantuan Google Blokir Aplikasi Fintech Ilegal
"Kami menduga karena di sana dikejar-kejar, sementara uang mereka sangat banyak. Maka mereka masuk ke sini," kata Tongam.
Namun, belum bisa dipastikan perusahaan itu bergerak di bidang apa karena OJK tidak bisa mendeteksi perusahaan-perusahaan yang namanya tidak terdaftar. OJK juga tak bisa memastikan jumlah nasabahnya karena tak memiliki data resmi.
"Kami perkirakan satu platform sampai ada 100.000 member dilihat dari yang mendownload aplikasinya. Kalau dikalikan dengan yang ilegal, bisa mencapai jutaan jumlahnya. Ini bisa merugikan konsumen kalau tidak dihentikan segera," kata Tongam.
Ada sejumlah dampak negatif dari fintech ilegal. Pertama, dapat digunakan unruk tindak pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme.
Kedua, data dan informasi pengguna dapat disalahgunakan. Selain itu, tidak ada perlindungan terhadap pengguna karena perusahaannya abal-abal. Negara juga merugi karena tidak ada potensi penerimaan pajak.
Baca juga: Mayoritas Perusahaan Fintech Peer-to-Peer Lending Ilegal Berasal Dari China
"Hal ini bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat untuk peer-to-peer lending," kata Tongam.
Tongam mengimbau masyarakat untuk memastikan betul latar belakang perusahaan fintech sebelum memberi pinjaman maupun meminjam uang. Pastikan perusahaan itu kredibel dan yang terpenting sudah terdaftar di OJK.
Saat ini tercatat ada 63 peer-to-peer lending fintech yang terdaftar di OJK. Nama-namanya bisa dilihat di laman resmi OJK www.ojk.go.id.
"Kita dorong entitas harus menuruti aturan di Indonesia. Semua fintech peer-to-peer lending harus terdaftar," kata Tongam.