Soekarno-Hatta beserta keluarga bertolak ke Yogyakarta melalui kereta.
Pada 19 Desember 1948, Belanda membombardir Yogyakarta. Aset vital diserang dan dijarah. Aksi ini merupakan Agresi Militer Belanda ke II.
Soekarno dan Hatta diasingkan ke Bangka, setelah sebelumnya Sjafruddin Prawiranegara meminta soekarno membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat.
Tujuannya, untuk mengambil langkah yang dianggap perlu untuk menyelamatkan pemerintahan indonesia.
Setelah peristiwa tersebut, berbagai perjanjian telah ditempuh oleh pihak Indonesia kepada PBB maupun Belanda.
Akhirnya, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Soekarno dan Hatta kembali memimpin Indonesia.
Perjalanan kepemimpinan Soekarno diwarnai kemelut pada 1965. Berbagai isu mengenai Dewan Jenderal dan Dewan Revolusi memengaruhi orang-orang di sekitar Soekarno.
Pada 30 September 1965, jenderal-jenderal Angkatan Darat diculik.
Situasi saat itu genting. Mayor Jenderal Soeharto melakukan tindakan penumpasan terhadap gembong penculikan jenderal yang disinyalir dilakukan oleh PKI.
Pada 11 Maret 1966, Soekarno menandatangani surat perintah kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Surat itu dikenal dengan Supersemar.