JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dihapus dari revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), yang rencananya akan disahkan pada Agustus 2018.
KPK menduga ada sinyal pelemahan pemberantasan tindak pidana korupsi apabila pasal tentang korupsi tetap digabungkan.
"Karena masih terdapat sejumlah pasal tindak pidana korupsi di RKUHP yang kami pandang sangat berisiko melemahkan pemberantasan korupsi ke depan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Selasa (29/5/2018).
Baca juga: Jokowi Diminta Tarik RKUHP, Ini Poin yang Dikritisi
Menurut Febri, KPK telah melakukan kajian sejak lama dan mendapat masukkan dari diskusi yang dilakukan di 5 perguruan tinggi, yaitu Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Universitas Parahyangan, Unhas Bosowa dan Universitas Andalas.
Diskusi tersebut melibatkan sejumlah guru besar dan ahli hukum serta praktisi hukum terkait. Menurut Febri, ada kekhawatiran yang tinggi jika R KUHP dipaksakan pengesahannya dalam kondisi saat ini.
"Kami tidak bisa membayangkan ke depan bagaimana risiko terhadap pemberantasan korupsi dan kejahatan serius lainnya," kata Febri.
Baca juga: Jokowi Diingatkan Agar Tak Buru-buru Minta RKUHP Segera Disahkan
Febri mengatakan, KPK mendukung Indonesia memiliki sebuah aturan pidana yang menjadi produk sendiri dan menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum.
Namun, hal itu perlu sangat hati-hati, agar jangan sampai program regulasi seperti RKUHP ditumpangi kepentingan untuk melemahkan pemberantasan korupsi dan kejahatan serius lainnya.
KPK tetap menyarankan agar tindak pidana khusus diatur dalam regulasi yang juga khusus.