KOMPAS.com -Â Buku adalah jendela dunia. Pepatah ini sudah melegenda, untuk menggambarkan betapa buku bisa membuat kita menjadi "kaya".
Di Hari Buku Nasional yang diperingati pada hari ini, 17 Mei, kisah yang dibagikan Komunitas 1001buku bisa menjadi inspirasi.
Ada mereka yang dengan semangatnya mengumpulkan buku untuk disebarkan ke seluruh pelosok negeri.
Menilik sejarahnya, Komunitas 1001buku didirikan di Jakarta pada Mei 2002.
Organisasi nirlaba ini bergerak di bidang literasi dan membangun jaringan relawan serta pengelola perpustakaan atau taman bacaan anak.
Baca juga: Charity Open Trip, Serunya Jalan-jalan Sambil Donasi Buku!
Komunitas 1001buku lahir dari keprihatinan Upik Djalins, Ida Sitompul, dan Santi Soekanto, melihat terbatasnya akses buku berkualitas untuk sebagian besar anak di Indonesia.
Awalnya, mereka menggalang donasi buku melalui maliling list alias milis.
Belasan tahun berjalan, kini sudah berdiri 650 taman baca di bawah jaringan Komunitas 1001buku yang tersebar di penjuru Nusantara.
Donasi buku Buku-buku yang dikelola Komunitas 1001buku berasal dari donasi. Selanjutnya, buku-buku yang didapatkan akan disortir untuk memilih yang layak diberikan kepada jaringan taman baca.
Banyak kisah menarik dari para relawan ini saat mendistribusikannya ke daerah-daerah. Pengalaman ini juga membuka mata bahwa semangat baca ada di seluruh penjuru negeri.  "Mendapatkan buku sama saja kami mendapatkan harta karun yang luar biasa. Mendapatkan buku bacaan anak-anak adalah sesuatu yang sangat sangat luar biasa, apalagi ketika mendapat respons positif ketika buku-buku tersebut sudah sampai ke taman baca yang dituju. Lelah sudah terbayar lunas. Ini pengalaman indah," kata Agustina Paramawati, yang biasa disapa Tina, salah satu relawan 1001buku, saat dihubungi Kompas.com , Minggu (13/5/2018).
Tina mengatakan, gerakan yang dilakukan Komunitas 1001buku mendapatkan dukungan dari pemerintah.
Wujudnya, melalui kebijakan pengiriman buku gratis pada tanggal 17 setiap bulan melalui PT Pos Indonesia (Persero).
Ketua II Relawan 1001buku Rizal Arryadi mengatakan, masing-masing taman bacaan memiliki misi sendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan daerahnya.
"Ada taman baca yang melalui buku mencoba mengedukasi masyarakat yang selalu terjerat rentenir, ada taman baca yang melalui buku menyebarkan perdamaian ke anak-anak di tempat-tempat rawan konflik dan penuh ujaran kebencian, ada taman baca yang dengan literasi membuat ibu-ibu rumah tangga dapat menghidupi keluarganya, ada taman baca yang rajin berkeliling pulau-pulau kecil dengan box yang berganti, dan lain-lain," kisah Rizal.
Baca juga: Peringati Hari Buku Sedunia, Kopral Bagyo Bagi-bagi Buku Gratis untuk Warga
"Mempelajari bagaimana trik mereka berjuang saja sudah membuat kita semangat untuk men-support mereka dari kota besar," lanjut dia. Perjuangan para relawan tak berhenti sampai di situ.
Mereka juga melakukan survei untuk mengetahui taman baca yang tidak bisa dilalui dengan menggunakan kendaraan bermotor.  "Teman-teman yang lain, saat survei bisa mendapati taman baca yang ada jauuuh di gunung. Di tengah hutan yang hanya bisa dilalui jalan kaki berjam-jam. Ke pulau yang harus melalui 12 jam naik perahu," kata Rizal.
Ia mengatakan, kegigihan para relawan 1001buku menembus segala keterbatasan karena mereka punya keinginan yang sama: menjangkau puluhan ribu anak Indonesia yang seharusnya bisa mendapatkan akses buku yang sama. "Cuma ngomporin supaya kita mengirimkan buku dengan 'hati' lebih banyak lagi. Tidak perlu terdengar kencang dengan seribu seremoni, tetapi menjangkau puluhan ribu anak yang seharusnya berhak untuk memiliki minat baca yang baik," ujar Rizal.
Dan hingga kini, ratusan ribu buku telah terdistribusi. Membawa anak-anak di pelosok negeri "melihat dunia".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H