Hingga gelar perkara dilakukan, polisi telah memeriksa 13 saksi, termasuk di antaranya para korban dan tersangka. Selain itu, pihaknya juga telah mengamankan satu telepon pintar milik siswa yang diduga sebagai perekam video itu.
Untuk sementara, Bambang akan menjerat tersangka dengan Pasal 80 Ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman tiga tahun enam bulan penjara.
“Kami masih melakukan pengembangan dan analisa terkait adanya pasal berlapis yang dilanggar,” jelasnya.
Tidak dibenarkan
Tindakan represif yang dilakukan oknum guru tidak tetap di SMK Kesatrian Purwokerto, Lukman Septiadi kepada 9 siswanya menjadi noktah hitam dalam catatan perjalanan dunia pendidikan.
Tersangka mengaku melakukan aksi penamparan dengan pikiran sadar. Bahkan, baru-baru ini didapat fakta jika sang guru senidiri yang justru memerintahkan siswanya untuk merekam setiap adegan dalam video berdurasi 15 detik itu.
“Ini kejadian pertama, awalnya tersangka tetap kukuh dengan prinsipnya, tapi akhirnya dia mengakui kesalahannya dan menyesal,” kata Kapolres Banyumas, Ajun Komisaris Besar Bambang Yudhantara Salamun.
Terkait dengan video kedua, dimana para korban mengaku ikhlas dan menerima tindakan yang ditempuh sang guru, menurut Bambang, tidak akan menghapus unsur pidana di dalamnya.
“Bagaimanapun juga, apapun alasannya, kekerasan dalam dunia pendidikan tetap tidak dapat dibenarkan,” ujarnya.
Baca juga : KPAI Minta Kekerasan Guru SMK di Banyumas Diusut Tuntas
Pendamping korban dari Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan dan Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT-PKBGA) Banyumas, Tri Wuryaningsih mengatakan, banyak pendekatan yang seharusnya dapat ditempuh oknum guru selain kontak fisik.