"Waktu kecil, ibu selalu elus-elus kepalaku dan mengatakan kamu jadi tentara ya, Nak. Tapi cita-cita itu kandas, karena saya putus sekolah dan harus mengurus diriku sendiri. Sedangkan saudara-saudaraku yang lain, terpencar menumpang di rumah keluarga yang lain. Ada sama nenek dan ada pula di keluarga yang lain," tuturnya.
(Baca juga: Pengantin Diminta Bayar Rp 120 Juta untuk Pakai Helikopter Polisi)
Sepeninggalan ibunya, Rinto pun putus sekolah dan tinggal bersama kakak sepupunya, Nawir Daeng Lau. Sementara itu, ayahnya, Daeng Nuntung, yang berprofesi sebagai tukang becak, telah menikah lagi dan tinggal bersama istri keduanya.
Awalnya, sang ayahlah yang mempunyai bisnis bakso keliling yang dijalankan oleh Rinto dan 6 rekannya yang lain. Namun, karena kondisi kesehatan Daeng Lau kurang memadai, Rinto yang diminta pergi berbelanja di pasar hingga membantu membuat bakso.
"Kalau saya membuat bakso, pakai topi dan pakai celemek. Pokoknya saya jaga kebersihan dagangan saya. Sampai saya jualan keliling, saya tetap berpakai bersih dan rapi seperti ini," katanya.
Bersambung ke halaman dua: 1 jam bersolek
1 jam bersolek
Dalam berpenampilan rapi dan bersih setiap hari, tentu saja Rinto harus mempersiapkannya dengan baik. Rinto mengaku, mempersiapkan dirinya, mulai mandi sampai bersolek selama hampir satu jam.
Pakaian dan aksesori yang dipakai adalah milik sendiri, dibelinya dari hasil tabungannya.
"Pakaian, sepatu, topi, dasi dan lainnya ini saya beli dari hasil jualan bakso yang setiap hanya disisipkan di celengan. Saat berdandan, banyak pembeli bakso yang sudah berteriak-teriak di depan rumah. Tapi biasa kakak sepupuku itu yang melayani (mereka) jika saya berdandan," tuturnya.
Saat memulai keliling dengan gerobaknya berpenampilan ala pegawai kantoran, pelanggannya mulai suka berteriak-teriak memanggilnya 'Mas Rinto'. Bahkan kerap pula pelanggannya bertanya soal pakaian koboi Rinto.