JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari LIMA, Ray Rangkuti mengkritik kinerja Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang tidak melaporkan dinamika pembahasan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) kepada Presiden Joko Widodo.
Menurut dia, Yasonna telah melakukan kesalahan fatal.
 "Sepenting dan segawat itu, bisa mengancam elektabilitas Presiden sekaligus mengancam demokrasi, Kok enggak sampai ke Presiden? Pecat saja itu menterinya. Kita ingatkan, pecat itu Pak Yasonna," ujar Ray, saat dijumpai di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).
Baca juga:Amati Reaksi Publik soal UU MD3, Jokowi Masih Mempertimbangkan Tanda Tangan Atau Tidak
 Ray mengatakan, publik sebenarnya tak mau tahu apakah Presiden Jokowi mendapatkan laporan atau tidak selama pembahasan UU MD3.
Kenyataannya, undang-undang itu saat ini sudah disahkan dan tidak ada nota keberatan atau bentuk ketidaksetujuan dari pemerintah atas pasal-pasal dalam UU itu selama proses pembahasan.
Menurut dia, hal ini dapat diartikan bahwa pemerintah menyetujui seluruh revisi pasal yang ada dalam UU MD3, termasuk tiga pasal yang menuai kontroversi di publik.
Dengan demikian, keengganan Presiden Jokowi menandatangani lembar pengesahan UU MD3, lanjut Ray, dapat dipersepsikan hanya sebagai respons atas reaksi publik yang menolak undang-undang tersebut.
Baca juga: Presiden: Silakan Berbondong-bondong Judicial Review UU MD3 di MK
 "Bahwa sekarang kemungkinan itu (UU MD3) tak ditandatangani oleh Presiden, itu lebih kepada karena reaksi publiknya. Bukan karena itu cara berpikir Presiden. Sikap itu bagus secara politik bagi dirinya sendiri, namun secara hukum, sebenarnya sama saja," lanjut Ray.
Ray mendukung Presiden Jokowi tidak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan beberapa pasal dalam UU MD3.