Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gara-gara Pesan Whatsapp, Ketua MK Arief Hidayat Kembali Dilaporkan ke Dewan Etik

20 Februari 2018   17:47 Diperbarui: 20 Februari 2018   17:54 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua MK Arief Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/12/2017)

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat kembali dilaporkan ke Dewan Etik.

Kali ini Arief dilaporkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) atas pelanggaran etik dan perilaku hakim.

Laporan tersebut berkaitan dengan perbuatan Arief yang diduga mengunggah tulisan di sebuah grup Whatsapp.

Koordinator Program PBHI Julius Ibrani menuturkan bahwa pesan yang diunggah oleh Arief berisi tentang komentar secara terbuka atas perkara yang sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi yakni putusan MK No. 46/PUU-XIV/2016.

Selain itu, kata Julius, pesan tersebut juga mengandung kata-kata kasar serta informasi yang tidak benar dan menyesatkan.

(Baca juga: 76 Guru Besar Menilai Hakim MK yang Melanggar Etik Bukan Negarawan)

"Secara implisit, substansi pesan yang diduga diunggah oleh terlapor ke dalam grup Whatsapp tersebut juga memperlihatkan sikap terlapor yang berpihak dan condong pada pihak Pemohon Perkara, sekaligus menstigma atau mendiskreditkan komunitas tertentu, sehingga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia," ujar Julius saat ditemui di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2018).

Menurut Julius, Arief diduga telah melanggar peraturan Mahkamah Konstitusi No 09/PMK/2006 tentang Kode Etik dan Prilaku Hakim Konstitusi.

Ia menuturkan setidaknya ada lima prinsip yang telah dilanggar, yakni prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kepantasan dan kesopanan, prinsip kesetaraan dan prinsip kecakapan dan keseksamaan.

"PBHI berharap Dewan Etik MK melakukan pemeriksaan terhadap terlapor dan memberikan sanksi yang tegas bila yang bersangkutan terbukti bersalah," kata Julius.

Dalam laporannya tersebut PBHI juga menyertakan lampiran pesan yang diduga diunggah oleh Arief dalam sebuah grup Whatsapp.

Sebelumnya Arief juga pernah dilaporkan ke Dewan Etik MK atas dugaan pelanggaran kode etik pada Rabu (31/1/2018) lalu. Arief dilaporkan oleh Abdul Ghoffar seorang peneliti MK.

(Baca juga: Baru Kali Ini dalam Sejarah, MK Mengomentari Putusannya Sendiri)

Ghoffar menuturkan, pelaporan tersebut berawal dari pernyataan Arief di sebuah pemberitaan terkait dirinya yang dinilai tidak benar.

Diketahui pernyataan Arief tersebut diucapkan melalui media massa online setelah Ghoffar menulis artikel di harian Kompas, 25 Januari lalu, berjudul ”Ketua Tanpa Marwah”.

Dalam artikel itu, Ghoffar menyoroti pentingnya kesadaran pribadi Arief untuk mundur dari posisinya sebagai Ketua MK sebab sudah dua kali ia dikenai sanksi oleh Dewan Etik.

Meski demikian Ghoffar tak ingin mengaitkan pernyataan tersebut dengan artikel yang ditulisnya.

"Saya tidak mengkaitkan dengan itu tapi memang pada dasarnya saya menulis di Harian Kompas itu terbit hari Kamis pagi. Kamis siang kemudian ada berita soal itu. saya tidak mengaitkan itu sebenarnya," tuturnya.

Kena Sanksi Dua Kali

Selama menjabat sebagai Ketua MK Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

Pada 2016 lalu, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.

(Baca juga: Pimpinan Komisi III: Arief Hidayat Tak Layak Jadi Hakim MK)

Pemberian sanksi dilakukan lantaran Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.

Di dalam katebelece yang dibuat Arief itu terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar bisa menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, "mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak".

Kerabat Arief yang "dititipkan" itu saat ini bertugas di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Jawa Timur, dengan pangkat Jaksa Pratama/Penata Muda IIIC.

Untuk kali kedua, Dewan Etik MK menyatakan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan.

Arief dilaporkan telah melakukan pelanggaran kode etik sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi di DPR, Rabu (6/12/2017).

Atas putusan tersebut, Dewan Etik MK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan kepada Arief.

(Baca juga: Akademisi: Arief Hidayat Sebaiknya Mundur Sebelum Pilkada)

"Pada 11 Januari 2018 Dewan Etik menuntaskan pemeriksaan dan hasilnya menyatakan bahwa hakim terlapor terbukti melakukan pelanggar kode etik ringan. Oleh karena itu, Dewan Etik menjatuhkan sanksi teguran lisan," ujar juru bicara MK Fajar Laksono saat memberikan keterangan pers di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2018).

Fajar menuturkan, dalam pemeriksaan oleh Dewan Etik, Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.

Menurut Fajar, Arief menghadiri pertemuan tersebut tanpa undangan secara resmi dari DPR, melainkan hanya melalui telepon.

"Pelanggaran ringan ialah bahwa hakim terlapor itu menghadiri pertemuan di Midplaza bertemu dengan pimpinan Komisi III DPR tanpa surat undangan resmi, hanya melalui telepon. Maka dalam poin ini dipandang sebagai pelanggaran etik ringan," tuturnya.

Sementara, dalam rangkaian pemeriksaan, Arief dinyatakan tidak terbukti melakukan lobi-lobi politik saat bertemu dengan pimpinan komisi III.

"Dalam rangkaian pemeriksaan tidak terdapat bukti bahwa hakim terlapor melakukan lobi-lobi politik," kata Fajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun