Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudah Gaduh Duluan, Mendagri Rupanya Belum Tetapkan Calon Penjabat Gubernur

29 Januari 2018   09:01 Diperbarui: 29 Januari 2018   12:57 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa sebenarnya belum ada kepastian siapa saja yang akan diangkat menjadi penjabat gubernur daerah peserta Pilkada 2018. Namun belakangan, persoalan tersebut sudah menyebabkan kegaduhan.

 Tjahjo mengatakan, nama-nama calon penjabat gubernur mesti melalui sejumlah tahapan terlebih dahulu. Mulai dari usulan resmi Kepala Polri dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, baru kemudian dikirimkan ke Presiden melalui Menteri Sekretariat Negara untuk disetujui.

 "Dari Kapolri, lisan sudah (disampaikan). Sementara dari Menkopolhukam belum keluar," ujar Tjahjo melalui pesan singkatnya, Senin (29/1/2018).

Baca juga : Tunjuk Petinggi Polri Jadi Penjabat Gubernur, Mendagri Siap Diberi Sanksi

 Secara lisan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengusulkan dua nama, yakni Asisten Operasi (Asops) Kapolri Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan untuk menjadi penjabat gubernur Jawa Barat dan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Martuani Sormin untuk menjadi penjabat gubernur Sumatera Utara.

 Namun demikian, usulan lisan Jenderal Tito tersebut belum diikuti dengan surat resmi.

 Tjahjo tidak ingin tergesa-gesa mengirimkan nama calon penjabat ke Presiden. Gubernur dan Wakil Gubernur petahana masih berstatus definitif hingga bulan Juni 2018 mendatang. Menjelang waktunya, barulah Mendagri akan mengirimkannya ke Presiden.

 "Mendekati Juni, kami baru akan ajukan ke Mensesneg untuk persetujuan Keppres. Jadi ya sampai sekarang belum sampai pada tahap persetujuan Presiden," ujar Tjahjo.

Baca juga : Soal Polisi Jadi Penjabat Gubernur, PDI-P Minta Mendagri Perhatikan Suara Publik

 Tjahjo sekaligus menegaskan bahwa perwira TNI/Polri yang diusulkan menjadi penjabat gubernur pasti bukan orang sembarangan. Selain nama-nama itu telah didahului telaahan Mensesneg, mereka juga diyakini memegang teguh prinsip netralitas.

 "Saya harus yakin bahwa TNI dan Polri netral. Sekarang, pejabat di Kemendagri yang dari TNI/Polri kerjanya aktif, profesional, taat aturan dan instruksi Kapolri, Panglima TNI dan saya sebagai Mendagri. Mereka semua tegak lurus pada arahan Bapak Presiden," ujar Tjahjo.

 Diberitakan, sejumlah partai politik menolak usulan mengangkat perwira Polri menjadi penjabat gubernur. Secara khusus menolak Irjen (Pol) Mochammad Iriawan jika diangkat sebagai penjabat gubernur Jawa Barat.

Ditolak parpol

 Salah satu partai politik yang menolak adalah Partai Demokrat. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsudin meragukan netralitas Polri jika pejabat aktifnya menjadi penjabat gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Politisi Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin dalam diskusi di Jakarta, Jumat (5/8/2016).
Politisi Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin dalam diskusi di Jakarta, Jumat (5/8/2016).
"Walaupun mungkin maksudnya itu untuk mengisi kekosongan jabatan sementara. Tetapi bagaimana bisa menjamin netralitasnya di kemudian hari?" ujar Didi melalui siaran pers, Jumat (26/1/2018).

 Apalagi di Jawa Barat, ada anggota kepolisian yang menjadi peserta pilkada, yakni Komjen (Pol) Anton Charliyan sebagai bakal calon wakil gubernur yang diusung PDI Perjuangan.

Maka Didi berpendapat kurang patut jika pejabat kepolisian diangkat menjadi penjabat gubernur.

Baca juga : Demokrat Ragukan Netralitas Jenderal Polri jika Jadi Penjabat Gubernur

 Sementara, PDI-P sendiri merasa geram. Sebab, penolakan perwira Polri sebagai penjabat gubernur itu bergulir ke isu bahwa PDI-P menggunakan alat negara untuk memenangkan Pilkada.

 Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristianto tidak terima jika partainya disebut menggunakan alat kekuasaan demi memenangkan Pilkada 2018 melalui pengangkatan perwira Polri sebagai penjabat gubernur.

 Hasto balik menuding balik bahwa pihak-pihak yang memunculkan isu tersebut mungkin mempunyai pengalaman pernah menggunakan alat negara demi menang Pilkada.

 "Kepada pihak yang berpikir itu merupakan bagian dari pemenangan segala cara, mungkin masa lalunya mereka pernah punya pengalaman menggunakan alat-alat kekuasaan demi menang," ujar Hasto di sela acara pembukaan Sekolah Calon Kepala Daerah PDI-P di Depok, Jawa Barat, Minggu (28/1/2018).

 Hasto menegaskan PDI Perjuangan tidak pernah mempunyai sejarah pernah menggunakan alat negara untuk memenangkan kontestasi politik. Justru PDI Perjuangan pernah menjadi korban bagaimana dikalahkan karena lawan politik menggunakan instrumen kekuasaan.

 Hasto mewanti-wanti kepada kelompok yang memainkan isu ini. Ia minta menghentikan permainan isu tersebut.

 "Sejatinya, mereka lupa bahwa suara yang menentukan siapa pemimpinnya adalah suara rakyat. Elite jangan coba memecah belah bangsa. Biarlah rakyat yang menjadi hakim," ujar Hasto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun