JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto.
 Hal tersebut disampaikan hakim saat membacakan putusan sela pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/1/2018).
"Mengadili, menyatakan keberatan eksepsi penasihat hukum terdakwa Setya Novanto tidak dapat diterima," kata ketua majelis hakim Yanto.
 Hakim menyatakan, surat dakwaan jaksa penuntut umum KPK nomor Dak/88/24/12/2017 tanggal 6 Desember 2017 telah memenuhi syarat formil dan materiil sesuai ketentuan Pasal 143 Ayat 2 Huruf a dan b KUHAP.
Baca juga: Pengacara Novanto Hormati Apa Pun Putusan Sela Hakim
 Hakim juga menyatakan, surat dakwaan jaksa terhadap Novanto telah sah menurut hukum dan dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan dalam perkara ini.
"Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan atas nama terdakwa Setya Novanto, menangguhkan biaya perkara hingga putusan hakim," ujar Yanto.
Novanto sebelumnya didakwa menyalahgunakan kewenangan selaku anggota DPR dalam proyek pengadaan KTP elektronik.
 Perbuatan Novanto itu menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari total nilai proyek Rp 5,9 triliun.
 "Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Irene Putrie saat membaca surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Baca: Ini Kata KPK soal Sidang Putusan Sela terhadap Novanto Besok
Menurut jaksa, Novanto secara langsung atau tidak langsung mengintervensi penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP tahun 2011-2013.
 Penyalahgunaan kewenangan itu dilakukan mantan ketua DPR itu untuk menguntungkan diri sendiri serta memperkaya orang lain dan korporasi.
 Novanto didakwa telah memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan e-KTP.
 Uang 7,3 juta dollar AS tersebut berasal dari perusahaan anggota konsorsium yang sengaja dimenangkan dalam lelang proyek e-KTP.
 Selain itu, Novanto juga diperkaya dengan mendapat jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 seharga 135.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,3 miliar (kurs 2010).
 Novanto didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H