JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan, KPK melakukan operasi tangkap tangan sebanyak 19 kali selama 2017. Jumlah tersebut tertinggi dalam sejarah KPK. Bahkan, dalam medio Agustus hingga September 2017, ada enam OTT dilakukan dalam waktu berdekatan.
 "Jumlah kasus tangkap tangan di tahun 2017 ini telah melampaui tahun sebelumnya dan merupakan terbanyak sepanjang sejarah KPK berdiri," ujar Basaria dalam paparan kinerja KPK selama 2017 di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/12/2017).
 Dari 19 kasus tersebut, KPK telah menetapkan 72 orang sebagai tersangka. Mereka terdiri dari aparat penegak hukum, anggota legislatif, hingga kepala daerah. Jumlah tersebut, kata Basaria, belum termasuk tersangka yang ditetapkan dari hasil pengembangan perkara.
Baca juga : KPK Gelar Operasi Tangkap Tangan di Nganjuk, Jawa Timur
 Basaria mengatakan, selama 2017, KPK menangani 114 kasus di tingkat penyelidikan. Sementara di tingkat penyidikan sebanyak 118 kasus.
 "Dan 94 kegiatan penuntutan, baik kasus baru maupun sisa penanganan perkara pada tahun sebelumnya," kata Basaria.
 Di samping itu, dalam setahun, KPK melakukan eksekusi terhadap 76 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Baca juga : Kronologi Operasi Tangkap Tangan Bupati Batubara oleh KPK
 Jika dilihat dari jenis perkara, tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi adalah penyuapan dengan 93 perkara. Diikuti pengadaan barang/jasa sebanyak 15 perkara. Sementara itu, kasus pencucian uang yang ditangani sebanyak lima perkara.
 Basaria mengatakan, berdasarkan tingkat jabatan, ada 43 perkara yang melibatkan pejabat eselon I hingga IV.
 "27 perkara melibatkan swasta serta 20 perkara melibatkan anggota DPR/DPRD," kata Basaria.
 Selebihnya, yakni 12 perkara melibatkan bupati, walikota, dan wakilnya.
 Tak hanya pidana pada manusia, KPK juga meningkatkan status satu perkara dengan subjek hukum korporasi ke tingkat penyidikan.
PT Duta Graha Indah yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring, melalui pengurusnya diduga bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara sekitar Rp 25 miliar dalam pelaksanaan proyek pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010 senilai sekitar Rp 138 miliar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H