Di Wamena misalnya, kota dengan 249,31 kilometer persegi, menurut John, hanya memiliki dua penyalur resmi Pertamina. Stok BBM di dua penyalur itu juga sangat terbatas.
Warga yang mau membeli BBM harus memiliki kupon untuk mencegah pemborongan dan penimbunan. Namun, meski cara ini sudah diterapkan, tetap saja stok BBM di dua penyalur resmi itu cepat ludes.
"Kita baru mau isi bensinnya sudah habis. Solarnya juga begitu. Terpaksa beli di pengecer," ujar John.
(Baca juga: Harga BBM di Papua Hanya Turun Saat Jokowi Blusukan ke Papua, Ini Komentar Istana...)
John mengatakan, sampai saat ini ia tidak mengetahui darimana pengecer mendapatkan stok BBM untuk dijual, apakah dari agen resmi Pertamina atau ada jalur lain.
Harga di tingkat pengecer ini bisa naik hingga berkali-kali lipat. John menyayangkan kondisi ini di tengah langkah pemerintahan Jokowi yang menggembor-gemborkan BBM satu harga.
"Dulu kan Pak Jokowi bilang kalau naiknya masih Rp 10.000 kita toleransi, tapi lebih dari itu sudah tidak bisa. Itu sudah berlebihan. Sekarang kan Rp 25.000 keatas. Bahkan 3 bulan lalu kami beli Rp 75.000 di Wamena, pegunungan tengah," ujarnya.
John menegaskan bahwa ia bicara soal kondisi harga BBM di Papua ini bertujuan baik. Dengan informasi ini, diharapkan pemerintah pusat dan daerah bisa mencari solusi dan memperketat pengawasan terhadap penyaluran BBM di Papua.
John menyesalkan ada pihak-pihak yang tidak mempercayainya di media sosial.
"Kita beri informasi malah ada teman yang bilang ini hoax tipu tipu. Ini sungguh-sungguh terjadi. Bukan hoax sepeti yang mereka bilang. Ini kita mau berjalan baik" kata dia.
Jawaban Pertamina