Pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel langsung memicu ketegangan di Timur Tengah.
Berbagai kelompok di Palestina sudah menyatakan kemarahannya terhadap Amerika Serikat dan Israel, begitu pula berbagai negara di dunia.
Yerusalem merupakan ganjalan utama dalam proses perdamaian Israel-Palestina sebab kedua negara sama-sama mengklaim kota tua itu sebagai ibu kota.
Langkah AS ini dikhawatirkan akan menambah panjang konflik di Timur Tengah, khususnya antara Israel-Palestina.
KOMPAS.com— Namun, berbicara soal konflik modern Israel-Palestina sebaiknya kita merunut hingga akhir abad ke-19, sebelum pecahnya Perang Dunia I.
Saat itu, Timur Tengah merupakan wilayah kekuasaan Kekaisaran Ottoman Turki selama lebih dari 400 tahun.
Menjelang akhir abad ke-19, Palestina atau saat itu disebut Suriah Selatan, dipecah menjadi Provinsi Suriah, Beirut, serta Yerusalem oleh penguasa Ottoman.
Saat itu Palestina didominasi warga Arab Muslim dengan sedikit warga Kristen Arab, Druze, Sirkasian, dan Yahudi.
Baca juga : Pernyataan Trump soal Yerusalem Bisa Picu Ketegangan Baru di Timur Tengah
Meski hidup di bawah penjajahan bangsa Turki, tetapi kehidupan di kawasan ini bisa dikatakan jauh dari konflik dan kekerasan.
Sementara itu, nun di Benua Biru, warga Yahudi yang banyak tersebar di Eropa Tengah dan Eropa Timur sudah sejak lama memimpikan "kembali ke Zion" atau sederhananya adalah kembali ke tanah yang dijanjikan Tuhan.