KOMPAS.com - Wabah difteri semakin mengkhawatirkan. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan sampai dengan November 2017, ada 95 kabupaten dan kota dari 20 provinsi yang melaporkan kasus difteri. Terdapat 622 kasus, dan 32 di antaranya meninggal dunia. Semakin meluasnya wabah difteri, membuat Kementerian Kesehatan akhirnya menetapkan status kejadian luar biasa (KLB).
Baca juga : Kemenkes: Difteri Tahun Ini Luar Biasa
Sebenarnya difteri merupakan penyakit lama. Berdasarkan  data dari Kementerian Kesehatan, sejak tahun 1990-an, kasus difteri di Indonesia ini sudah hampir tidak ada dan baru muncul lagi pada tahun 2009. Difteri disebabkan oleh infeksi  bakteri corynebacterium diphtheriae dan biasanya mempengaruhi selaput lendir hidung dan tenggorokan.
Biasanya, difteri menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar getah bening membengkak dan lemas. Tapi, ciri difteri yang khas adalah munculnya pseudomembran atau selaput berwarna putih keabuan di bagian belakang tenggorokan  yang mudah berdarah jika dilepaskan.
Hal ini yang menyebabkan rasa sakit saat menelan, kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening, dan pembengkakan jaringan lunak di leher yang disebut bullneck. Sumbatan ini bisa menghalangi jalan napas, menyebabkan Anda harus berjuang untuk bisa bernapas. Obat memang tersedia untuk mengobati difteri. Namun, pada tahap lanjut, difteri dapat merusak jantung, ginjal dan sistem saraf Anda.
Bahkan dengan pengobatan, difteri tetap bisa mematikan. Diperkirakan ada sekitar tiga persen penderita difteri meninggal dunia. Angka ini lebih tinggi untuk anak di bawah 15 tahun. Biasanya, tanda dan gejala difteri dimulai dua sampai lima hari setelah seseorang terinfeksi.
Gejalanya antara lain: lapisan tebal dan abu-abu menutupi tenggorokan dan amandel, sakit tenggorokan dan suara menjadi serak, pembesaran kelenjar getah bening di leher, dan kesulitan bernapas atau bernapas cepat. Lalu, diikuti dengan demam dan menggigil, dan rasa tidak enak badan.
Pada beberapa orang, infeksi bakteri merupakan penyebab difteri tapi hanya menyebabkan penyakit ringan -atau tidak menunjukkan gejala yang jelas. Orang yang terinfeksi, namun tidak menunjukkan gejala dikenal sebagai pembawa difteri, karena bisa menyebarkan infeksi walau dirinya tidak jatuh sakit. Difteri ditularkan dari orang ke orang melalui kontak fisik dan pernapasan. Hal ini dapat menyebabkan infeksi nasofaring, yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas dan kematian.
Difteri juga bisa menyebabkan komplikasi yang serius. Selama fase awal penyakit atau bahkan berminggu-minggu kemudian, pasien mungkin mengalami detak jantung yang tidak normal, yang dapat menyebabkan gagal jantung.
Beberapa pasien difteri mengalami pembengkakan otot dan katup jantung. Komplikasi yang paling parah dari difteri adalah obstruksi pernapasan yang diikuti oleh kematian. Selain mempengaruhi tenggorokan, ada juga tipe kedua difteri yang mempengaruhi kulit.
Baca juga : Imunisasi Difteri Serentak Akan Dilakukan di 5 Wilayah DKI hingga Kepulauan Seribu