Sementara itu, Arnol Purba, seorang penganut Ugamo Bangso Batak asal Medan Sumatera Utara, mengaku anaknya yang bernama Dessy kesulitan untuk mendapat pekerjaan karena kolom agama di KTP-nya dikosongkan.
Dessy juga kesulitan ketika hendak menerima upah dari perusahaan tempat ia bekerja, karena pihak perusahaan dan pihak bank mempersoalkan kolom agama yang dikosongkan dan meminta klarifikasi kepada Pemerintah setempat dan Pengurus Kepercayaan Ugamo Bangso Batak.
"Walaupun memenuhi semua kriteria yang dibutuhkan dan memiliki nilai bagus di ijazahnya, Dessy tidak diterima sebagai pekerja," tutur Arnol.
Lain lagi dengan pengalaman yang pernah dialami oleh Carlim, penganut Sapto Darmo di Cikandang, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Akibat kolom agama yang kosong, pemakaman anggota keluarga Carlim ditolak di pemakaman umum manapun di Kabupaten Brebes.
Pengakuan atas penghayat kepercayan
Perjuangan warga penghayat kepercayaan agar diakui sebagai warga negara akhirnya membuahkan hasil.
Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 97/PUU-XIV/2016 terkait ketentuan pengisian kolom agama di KTP dan Kartu Keluarga bagi warga penghayat kepercayaan.
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa status penghayat kepercayaan dapat dicantumkan dalam kolom agama di KK dan e-KTP tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianut.
MK memutuskan kata "agama" dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) UU Administrasi Kependudukan, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.