Hakim ketua Ferry Agustina Budi Utami mengatakan, semestinya Etihad Airways selaku maskapai penerbangan wajib memberikan akses, fasilitas, dan pendampingan khusus terhadap penyandang disabilitas.
Baca juga : Etihad Airways Divonis Melanggar Hukum dan Wajib Bayar Ganti Rugi Rp 537 Juta
Apalagi syarat Dwi sebagai penumpang telah terpenuhi, yakni memiliki tiket, melakukancheck in, memiliki boarding pass, bahkan sudah masuk pesawat dibantustaff service bandara.
 Ferry menambahkan, Dwi tidak dalam kondisi yang membahayakan penerbangan maupun penumpang lain karena tidak dalam keadaan mabuk ataupun membawa bom.
 "Menimbang, bahwa tergugat I (Etihad Airways) tidak melakukan kewajibannya, maka dapat dikualifikasikan perbuatan melawan hukum," kata hakim Ferry saat membacakan putusan.
 Etihad Airways juga wajib membayar ganti rugi sebagaimana digugat Dwi dalam permohonannya.
 Dalam gugatannya, Dwi meminta ganti rugi materil sebesar Rp 178 juta dan imateril sebesar Rp 500 juta. Namun, hakim menimbang ganti rugi materil yang harus dibayarkan hanya Rp 37 juta.
 Selain itu, Hakim mengabulkan gugatan ganti rugi imateril sebesar Rp 500 juta karena Dwi merupakan satu-satunya perwakilan Indonesia dalam acara internasional itu dalam rangka pelatihan untuk penyandang disabilitas.
 Selain itu, hakim mengabulkan gugatan agar Etihad Airways mengajukan permintaan maaf terbuka melalui media.
 "Dari pertimbangan tersebut, maka petitum penggugat dapat dikabulkan sebagian," kata Ferry.
 Dwi menganggap, keputusan tersebut merupakan kado terindah untuk Hari Disabilitas Internasional Minggu (3/12/2017) lalu. Ia berharap kejadian yang menimpa dirinya tak terulang kepada penyandang disabilitas lainnya. Ia mengakui bukan upaya yang mudah selama setahun memperjuangkan haknya tersebut.