Mohon tunggu...
Kompas.com
Kompas.com Mohon Tunggu... Administrasi - Kompas.com

Kompas.com merupakan situs berita Indonesia terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, otomotif dan bola secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ilmuwan Prediksi Letusan Besar Gunung Api Terjadi 17.000 Tahun Sekali

3 Desember 2017   14:29 Diperbarui: 3 Desember 2017   14:36 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KOMPAS.com - Sangat sulit memprediksikan letusan gunung api. Namun, sejumlah ilmuwan tetap berusaha menggali pola dalam random-nya letusan sehingga bisa menyusun prediksi.

Pada penelitian sebelumnya, para ilmuwan menemukan bahwa sebuah letusan gunung yang dahsyat bisa terjadi setiap 45.000-174.000 tahun sekali.

Letusan dahsyat ini adalah letusan gunung yang mampu menutupi seluruh benua dengan abu vulkanik hingga mengubah pola cuaca di seluruh dunia dalam beberapa dekade.

Baca Juga: 4 Fakta Gunung Agung yang Perlu Diketahui

Kini, penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Earth and Planetary Science Letters menunjukkan letusan besar berikutnya bisa lebih cepat dari yang kita perkirakan sebelumnya.

Namun hitungannya bukan dalam waktu dekat, melainkan tetap ribuan tahun yang akan datang.

Profesor Jonathan Rougier dan timnya dari University of Bristol menggunakan basis data geologi dalam kurun waktu 100.000 tahun untuk menghasilkan perkiraan baru mengenai frekuensi letusan besar yang mungkin terjadi.

Mereka menyimpulkan bahwa letusan besar cenderung terulang pada interval antara 5.200 hingga 48.000 tahun sekali. "Tebakan terbaik" mereka terjadi setiap 17.000 tahun sekali.

Catatan tersebut menunjukkan bahwa dua letusan besar terakhir terjadi antara 20.000-30.000 tahun yang lalu.

"Kita sedikit beruntung tidak mengalami letusan besar sejak saat itu," kata Profesor Rougier dikutip dari Independent, Rabu (29/11/2017).

Dr Marc Reichow, ahli geokimia dari University of Leicester yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan bahwa temuan tersebut didasarkan pada analisis statistik yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun