Terlibat
Menyaksikan dari dekat tradisi Dayak, tak berarti menjadikan para tamu sekadar penonton. Sebagai tamu, yang diperlakukan terhormat, mereka juga dilibatkan aktif dalam ritual ikat tongang dan bagondang.
Ikat tongang adalah pemasangan gelang dari akar kayu tongang pada para tetamu oleh kepala adat. Pada tongang yang terikat itu terdapat daun sangkuba, yang menjadi semacam 'mata gelangnya'.
Dalam upacara ini, para tamu didudukkan pada sebuah garantung (alat musik tradisional Dayak), dengan latar belakang Tempayan (guci besar) peninggalan leluhur.
"Jadi orang ikat tongang itu harus duduk di garantung, bersandar di tempayan. Maknanya berarti kita berdiri sama tinggi, duduk sama rendah," kata Kepala Desa Lopus, Yohanes Bidi Dermawan.
Usai penyematan tongang, ada ritus tabur beras, "mengotap bosi" (menggigit besi), dan lalu meminum sedikit tuak manis. Semua ritus ini, dalam pemahaman masyarakat Dayak setempat, ada maknanya.
"Ikat tongang itu supaya panjang umur, supaya jangan mendapat rintangan waktu di jalan. Tabur beras supaya tetap semangat. Mengotap bosi, bosi itu kering, jadi keras. Supaya tetap keras semangatnya. Minum itu penghargaan, penghormatan. Tuak itu mengiringi adat, budaya," ungkap Martinus Sungkur, Mantir Adat Lopus, pada KompasTravel usai mengikuti ritual itu.
"Saat kami mengikat, kami itu berdoa. Yang dibaca itu supaya kalian panjang umur dalam bahasa adat. Kalian pulang bisa selamat. Itu doa dari orang agama Kaharingan," lanjutnya.
Lalu, yang tak bisa dielakkan para tamu adalah mereka harus ikut menari dalam acara bagondang. Ketika kepala desa, atau tokoh adat menarik tangan tamunya, maka pada tamu itu segera disematkan busana menari, berupa ikat kepala, kain penutup kaki, untuk kemudian menari atau baigal.
Dalam bagondang, penari berhadapan berpasangan. Di Lopus terdiri dari empat pasangan, sedangkan di Tapinbini dua pasangan.
Tak seperti kebanyakan tarian Dayak yang energik, dalam bagondang tarian berlangsung lambat dan anggun penuh penghayatan. Penari hanya merenggangkan kedua tangan lebar, lalu mengayunkannya perlahan, sembari bergerak ke kanan-kiri.
Pertukaran posisi dilakukan pada pasangan yang saling berhadapan, laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan di tiap satu sesi yang temponya sekitar dua menit. Lalu ada jeda dengan suguhan minum tuak manis lagi. Tidak banyak, seperempat gelas saja.