JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. Ketua DPR RI itu diduga terlibat kasus korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) saat menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar.
Fakta-fakta persidangan yang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengungkap banyak hal terkait Novanto. Ini termasuk mengenai aliran uang korupsi yang diduga dinikmati Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Diputar hingga ke Singapura
Setya Novanto diduga tidak secara langsung menerima uang dalam proyek pemerintah senilai Rp 5,9 triliun itu. Bahkan, bagian jatah Novanto yang diberikan oleh para pengusaha diduga diputar ke luar negeri hingga akhirnya kembali ke Indonesia.
Setidaknya ada dua aliran dana yang mengarah pada Novanto. Pertama, diberikan oleh Direktur Biomorf Lone LLC, Johannes Marliem.
Dalam persidangan untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, Senin (13/11/2017), jaksa KPK kembali memutar rekaman pembicaraan milik Johannes Marliem.
(Baca: Rekaman Johannes Marliem Diputar, Setya Novanto Disebut Terima Uang)
Rekaman pembicaraan itu berisi percakapan antara Marliem dan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sugiharto.
Sugiharto yang dihadirkan sebagai saksi membenarkan percakapan itu.
"Itu pembicaraan di ruang kerja saya," kata Sugiharto.
Dalam rekaman, terungkap bahwa Setya Novanto mendapat jatah Rp 60 miliar dalam proyek pengadaan e-KTP.