JAKARTA, KompasProperti - Konsep rancangan induk atau masterplan reklamasi "Jakarta Jaya: The Green Manhattan" diprediksi akan menelan biaya investasi sangat besar.
Nilai investasi tersebut juga akan berguna untuk membiayai perkembangan Jakarta Jaya tersebut pada masa mendatang ketika direalisasikan.
Baca juga : Dalam Konsep Reklamasi Jakarta Jaya, Nelayan Tak akan Digusur
 "Saya kira total investasi Jakarta Jaya ini bisa mencapai 300 miliar-400 miliar dollar AS. Saya melihat ini adalah sebuah investasi untuk pembangunan kota pada masa depan," ucap CEO Borneo Initiative Jesse Kuijper, kepada KompasProperti, Senin (6/11/2017).
Angka sebesar itu, jika dikonversikan ke dalam mata uang lokal menjadi Rp 5.407 triliun.
Jesse menambahkan, Pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah guna merealisasikan program Jakarta Jaya ini. Pasalnya kota-kota di belahan dunia lainnya sudah menerapkan program yang sama dengan Jakarta Jaya ini.
 Oleh karena itu, ke depannya program ini sepenuhnya akan diambil alih oleh Pemerintah Pusat dengan bantuan pembiayaan dari lembaga keuangan dunia.
Baca juga : Konsep Jakarta Jaya Tawarkan Sisi Positif Reklamasi Teluk Jakarta
 "Kami meyakini Pemerintah Indonesia bisa merealisasikan program ini dengan kerja sama melalui lembaga keuangan seperti IMF atau World Bank," imbuh Jesse.
Jesse optimis nantinya investasi yang dilakukan Pemerintah Indonesia bisa menjadi sumber pembiayaan yang konstan bagi pengembangan Jakarta Jaya pada masa depan.
 "Ini bukan hanya mengeluarkan uang tapi juga menghasilkan uang nantinya. Investasi yang dilakukan Pemerintah Indonesia juga untuk membangun tanpa memberikan celah bagi sektor swasta untuk terlibat," ujarnya.
Baca juga : Tidak ke Anies, Konsep Reklamasi Jakarta Jaya Diserahkan ke Jokowi
 Kendati demikian, dalam rancangannya tersebut Jesse tak menutup kemungkinan untuk melibatkan pengembang swasta, namun dengan catatan tersendiri.
Investasi dari pengembang dipandang Jesse bisa menjadi akselerator ganda bagi Jakarta untuk mempercepat pembangunan.
 "Yang jelas, tanah dimiliki oleh kota, milik negara. Dengan begitu maka pemerintah punya kendali tanah, mana yang bisa untuk masyarakat, mana untuk pengembang. Jadi tak semata-mata karena pasar saja seperti reklamasi yang terjadi saat ini," tambah dia.
 Para pengembang, lanjut Jesse bisa membangun hotel, resor, ataupun vila, tetapi konsekuensinya harga tanah lebih akan lebih tinggi.
 Namun sebaliknya, apabila para pengembang itu ingin membangun rumah murah atau hunian terjangkau bagi masyarakat maka harga tanahnya akan lebih rendah.
"Itu merupakan salah satu cara untuk membangun diversitas kota," ucap Jesse.
 Sebagai informasi, masterplan kota cerdas bertajuk "Jakarta Jaya: The Green Manhattan" dari SHAU Architects ini berhasil menjadi satu dari 11 pemenang ajang WAFX Prize 2017.
 WAFX Prize merupakan penghargaan atas karya arsitektur dunia proyek masa depan berbasis tantangan yang dihadapi sebuah wilayah dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan.
 Proposal yang diajukan SHAU, terpilih sebagai pemenang menyingkirkan ratusan proposal lain dari 68 negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H