Jadi ilmuwan harus berkejaran dengan waktu jika ingin melihat bagaimana sebuah ekosistem terbentuk atau berkembang.
Sementara itu, ilmuwan sudah memiliki hipotesis mengenai kehidupan di bawah lapisan es.
"Hipotesis kami adalah itu mirip dengan lautan yang sangat dalam, tidak ada sinar matahari, fitoplankton dan kotoran zooplankton yang menjadi makanan penting. Tapi itu masih perlu diuji," kata Phil Trathan, Kepala konservasi ekologi BAS.
Selain itu ilmuwan menduga ada perubahan yang cepat terhadap ekosistem dari area yang baru tersebut.
"Jika terkena sinar matahari maka akan ada fitoplankton dan zooplankton. Mungkin kita akan segera menemukan burung laut dan mamalia laut yang akan mulai mencari makan di daerah itu," katanya.
"Jadi ini akan menjadi semacam reaksi berantai yang memicu perubahan cukup signifikan dalam skala waktu yang relatif singkat," tambah Grant.
Kalau beruntung, ilmuwan akan menyaksikan perubahan paling awal, yaitu perkembangan fitoplankton di perairan terbuka.
Setelah itu, zooplankton dan krustasea kecil bisa jadi muncul.
Sayangnya kesempatan langka ini mengalami kendala pendanaan.
Untung saja sudah ada pemberitaan yang menyebutkan jika Korea selatan akan melakukan ekspedisi pada awal tahun 2018 di area tersebut, juga ekspedisi dari Jerman pada tahun 2019. Sementara BAS sendiri juga tengah mempertimbangkan untuk mengirimkan kapal riset pada tahun depan.
"Hal ini sangat berarti bagi ilmu pengetahuan karena kita bisa menilai seberapa cepat mahluk hidup dapat menanggapi perubahan lingkungan, termasuk perubahan iklim dan perubahan antropogenik. Kita juga bisa belajar bagaimana sistem kelautan berkembang di bawah tekanan perubahan lingkungan," tukas Julian Gutt, ahli biologi laut yang memimpin ekspedisi ke Larsen A dan B.