Maka daripada menghujat dan meminta Menteri Dalam Negeri untuk mundur atau mengatakan mereka yang berkuasa tidak becus mengurus negara, akan lebih baik jika proses pengelolaan uang negara dilakukan dengan sistem dan cara yang ditentukan bersama, disepakati, dan dilaksanakan bersama.
Belajar dari pengalaman pribadi memimpin pemerintahan daerah, saya mengusulkan beberapa hal berikut ini. Pertama, memastikan perencanaan pembangunan secara elektronik dengan e-plannning dan penganggarannya dengan e-budgeting.
Dengan cara itu, publik bisa mengetahui secara jelas untuk apa dan berapa duit negara dikeluarkan.
Baca juga: Wali Kota Tegal Ditangkap KPK, Ganjar Ajak PNS Ucapkan Sumpah Antikorupsi
Disamping itu, kita meminta kepada seluruh aparat penegak hukum bersama-sama mendampingi proses perencanaan dan penganggaran ini. Tujuannya agar efektivitas pelaksanaan bisa terkontrol.
Saya kira sudah saatnya Presiden memerintahkan Mendagri untuk memaksa seluruh daerah menggunakan sistem ini. Waktu pelaksanaannya segera ditentukan.
Bagaimana terhadap daerah-daerah yang melanggar atau tidak mau melaksanakan? Setidaknya dua hal ini bisa dilakukan.
Satu, menurunkan KPK untuk melaksanakan koordinasi supervisi dan pencegahan atau korsupgah. Jika masih ngeyel, maka bisa diturunkan sanksi dengan tidak memberikan bantuan keuangan kepada daerah.
Apakah sistem ini menjamin Indonesia bebas korupsi? Jika menjamin 100 persen tentu saja tidak.
Tapi setidaknya sistem ini bisa mengurangi nafsu korupsi, karena segala proses ada kontrolnya. Celah yang ada tinggal niat jahat saja. Karena setinggi apapun tembok, kalau sudah niat melompat maka dikerahkanlah segala macam daya dan upaya.
Terakhir, tentu saja dukungan masyarakat. Sudah bukan masanya masyarakat hanya dalam posisi diam dan melapor jika terjadi penyelewengan, tapi harus aktif melakukan pengawasan bersama.